A.
PENDAHULUAN
Zakat dalam pengertian
bahasa arab, berarti kebersihan, perkembangan,dan berkah. Dengan kata lain,
kalimat zakat bisa diartikan bersih, bisa diartikan bertambah, bisa juga
diartikan diberkahi.[1]
Zakat merupakan
sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah SWT, supaya diserahkan kepada
orang-orang yang berhak menerimanya ( mustahik ).
Zakat bertujuan untuk
membersihkan jiwa dan harta, hal tersebut terdapat dalam Q.S At-Taubah ayat
103, yaitu
õª!$è{ ô`ÏB öNÏlÎ;ºuqøBr& Zps%y|¹ öNèdãÎdgsÜè? NÍkÏj.tè?ur $pkÍ5 Èe@|¹ur öNÎgøn=tæ (
¨bÎ) y7s?4qn=|¹ Ö`s3y öNçl°; 3
#ur ììÏJy íOÎ=tæ ÇÊÉÌÈ
Artinya: “Ambillah
zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan
mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu
(menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha
Mengetahui.”
Zakat juga akan
membersihkan diri dari sifat rakus dan kikir, serta membersihkan harta dari
sebagian harta yang menjadi hak orang lain. Zakat juga merupakan ibadah yang
penting didalam islam. Hal itu dikaitkan diantara ayat-ayat tentang zakat
dengan ayat-ayat tentang shalat[2],
seperti dalam Q.S An-Nisa ayat 77, Allah SWT berfirman:
(#qßJÏ%r&ur no4qn=¢Á9$# (#qè?#uäur no4qx.¢9$# ................
Artinya:
“............. Dirikanlah sembahyang
dan tunaikanlah zakat!.........."
B.
PEMBAHASAN
ZAKAT MAAL
1. Pengertian
Zakat mal adalah bagian
dari harta kekayaan seseorang atau badan hukum yang wajib diberikan kepada
orang-orang tertentu dalam jangka waktu tertentu pula.
2. Macam-macam
harta yang wajib dizakati
Antara lain :
·
Emas dan perak
·
Hewan Ternak
·
Harta
perdagangan
·
Hasil tanaman
dan buah-buahan
·
Hasil laut
·
Hasil barang
tambang
·
Harta profesi
·
Harta investasi[3]
3. Syarat-syarat
wajib zakat
Antara
lain:
·
Islam pemiliknya
·
Merdeka
pamiliknya, tidak budak,
·
Milik yang
sempurna
·
Sampai nisab
·
Sampai satu
tahun disimpan (kalau emas dan perak serta harta perniagaan)[4]
4. Orang-orang
yang berhak menerima zakat (mustahik)
* $yJ¯RÎ) àM»s%y¢Á9$# Ïä!#ts)àÿù=Ï9 ÈûüÅ3»|¡yJø9$#ur tû,Î#ÏJ»yèø9$#ur $pkön=tæ Ïpxÿ©9xsßJø9$#ur öNåkæ5qè=è% Îûur É>$s%Ìh9$# tûüÏBÌ»tóø9$#ur Îûur È@Î6y «!$# Èûøó$#ur È@Î6¡¡9$# (
ZpÒÌsù ÆÏiB «!$# 3
ª!$#ur íOÎ=tæ ÒOÅ6ym ÇÏÉÈ
Artinya:
“
Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir,
orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk
hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan
Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan
yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.”(Q.S. At-Taubah : 60)
Berdasarkan ayat tersebut orang yang berhak
menerima zakat ada 7 golongan, yaitu:
·
Fakir miskin
·
Amil zakat
·
Orang mualaf
·
Budak belian
·
Orang yang
berhutang
·
Fisabilillah
·
Ibnu sabil
a.
Zakat Emas dan
Perak
Perhiasan emas dan
perak ada 2 macam, yaitu:
1) Perhiasan
untuk rumah tangga, seperti bejana dan benda-benda seni
Oleh para ulama,dikatakan bahwa
benda-benda tersebut (perhiasan rumah tangga) haram dipakai karena menjadi benda
yang tidak dapat dimanfaatkan dan tidak berkembang sebagai modal usaha, dan
juga akan menimbulkan rasa iri hati bagi orang fakir miskin.
Perak itu sebagai hiasan rumah tangga,
karena dikenai zakat yang cukup besar nilainya.
2) Perhiasan
untuk dipakai
Emas dan perak itu dipakai sebagai
perhiasan oleh wanita yang tentu saja tidak untuk dipamerkan kepada orang lain
dan dalam batas yang wajar. Perhiasan untuk wanita tidak dikenai zakat (
Maliki, Syafi’i, ahmad).
Ø Madzab
hanafi, Mujahid dan Zuhri berpendapat wajib dikenakan zakat, walaupun
perhiasan, asal sudah mencapai nisab.
Ø Syeikh
Islam Ibnu Qudamah menegaskan lagi, bahwa apapun alasan yang dikemukakan
perhiasan emas dan perak itu tetap haram dan wajib dikeluarkan zakatnya, asal
saja nisabnya sudah cukup ( 93,6 gram, mesir 89,14 gram, Irak 100 gram, Yusuf
Qordlowi 85 gram).
Ø Pendapat
madzab Hambali, yang dikutip oleh al mughni, bahwa yang dinilai bukan beratnya,
tetapi harga barang itu, sebab emas dan perak yang sudah dibentuk menjadi
perhiasan, nilainya melebihi dari harga yang sebenarnya (beratnya), apalagi
mempunyai nilai seni yang indah dan menarik.[5]
b.
Zakat Binatang
Ternak
Sebagai landasan zakat binatang
ternak adalah firman Allah, yang artinya: “ Dan dia Telah
menciptakan binatang ternak untuk kamu; padanya ada (bulu) yang menghangatkan
dan berbagai-bagai manfaat, dan sebahagiannya kamu makan. Dan kamu memperoleh
pandangan yang indah padanya, ketika kamu membawanya kembali ke kandang dan
ketika kamu melepaskannya ke tempat penggembalaan. Dan ia memikul beban-bebanmu
ke suatu negeri yang kamu tidak sanggup sampai kepadanya, melainkan dengan
kesukaran-kesukaran (yang memayahkan) diri. Sesungguhnya Tuhanmu benar-benar Maha
Pengasih lagi Maha Penyayang” (An-Nahl/16: 5-7)
Pada ayat lain Allah berfirman, yang
artinya: “ Dan Sesungguhnya pada binatang ternak itu benar-benar terdapat
pelajaran bagi kamu. kami memberimu minum dari pada apa yang berada dalam
perutnya (berupa) susu yang bersih antara tahi dan darah, yang mudah ditelan
bagi orang-orang yang meminumnya.” (An-Nahl/16: 66)
Ada juga ayat lainya, yang artinya: “
Dan apakah mereka tidak melihat bahwa Sesungguhnya kami Telah menciptakan
binatang
ternak untuk mereka yaitu sebahagian dari apa yang Telah kami ciptakan dengan
kekuasaan kami sendiri, lalu mereka menguasainya? Dan kami tundukkan
binatang-binatang itu untuk mereka; Maka sebahagiannya menjadi tunggangan
mereka dan sebahagiannya mereka makan. Dan mereka memperoleh padanya
manfaat-manfaat dan minuman. Maka mengapakah mereka tidak bersyukur?”(Yasiin/36:
71-73)
Semua binatang ternak
itu diciptakan oleh Allah SWT untuk tujuan kepentingan manusia seperti untuk
dimakan, dijadikan alat pengangkut, dan transportasi di desa-desa. Itu semua adalah nikmat dan rahmat dari Allah yang
harus disyukuri. Untuk mewujudkan rasa Syukur hamba-Nya secara nyata, adalah “zakat”
sesuai dengan petunjuk Al-Quran dan Sunnah.[6]
Syarat-syarat
mengeluarkan zakat binatang ternak
1) Sampai
nisab (batas minimal dikenakan zakat)
Berarti zakat yang dikeluarkan harus
telah mencapai jumlah tertentu, tidak hanya asal telah mempunyai beberapa ekor
saja.
2) Haul
(telah dimiliki satu)
Binatang ternak itu dikeluarkan zakatnya
sesudah sampai sampai satu tahun. Ketentuan tersebut telah disampaikan
Rasulullah SAW dan para khalifah. Hal itu berlandaskan pada sabda Rasulullah
SAW, yang artinya: “tidak dikenakan zakat harta, sehingga sampai satu tahun.” (
H.R Abu Daud)
3) Binatang
gembalaan
Binatang ternak itu sengaja diurus
sepanjang tahun, supaya dapat diambil manfaatnya, seperti susunya,
dagingnya,dan untuk dikembang biakan.
4) Tidak
dipekerjakan
Binatang ternak yang
dipergunakan(dimanfaatkan) untuk kepentingan pemiliknya, tidak dikenakan
zakatnya, seperti menggarap tanah pertanian, dijadikan sebagai alat untuk
mengambil air, alat transportasi, dan lain-lain. Sabda nabi, yng artinya: “sapi
yang dipekerjakan tidak dikenakan zakat” (H.R Abu ‘ubaid). Sabda yang lain
:”Sapi pembajak tanah tidak dikenakan zakat.”(H.R Thabrani).
Tetapi berbeda dengan pendapat Malik
yang disampaikan oleh Tsauri, bahwa binatang gembalaan yang diberi makan dan
dipekerjakan atau tidak tetap dikenakan zakat.[7]
Binatang ternak
yang wajib dizakati :
1) Sapi
atau kerbau
Hadits Mu’adz bin
Jabal, diriwayatkan oleh ahmad dari Msyruq, yaitu nabi memerintahkan Mu’adz
supaya setiap 30 ekor sapi diambil zakat 1 ekor sapi yang berumur 1 tahun, dan
diatur sebagai berikut:
Nisab
Sapi (kerbau)
|
Banyaknya
zakat
|
30
ekor
|
1 ekor anak sapi
jantan atau betina umur 1 tahun
|
40 ekor
|
1 ekor anak sapi
betina umur 2 tahun
|
60 ekor
|
2 ekor anak sapi jantan
|
70 ekor
|
1 ekor anak sapi betina umur 2 tahun dan 1 ekor
anak sapi jantan umur 1 tahun
|
80 ekor
|
2 ekor anak betina umur 2 tahun
|
90 ekor
|
3 ekor anak sapi jantan umur 1 tahun
|
100 ekor
|
1 ekor anak betina umur 1 tahun dan 2 ekor anak
sapi jantan umur 1 tahun
|
110 ekor
|
2 ekor anak sapi betina umur 2 tahun dan 1 ekor
anak sapi jantan umur 1 tahun
|
120 ekor
|
3 ekor anak sapi betina umur 2 tahun dan 3 ekor
anak sapi jantan umur 1 tahun
|
Daftar tersebut diatas
adalah pendapat pertama.
Pendapat kedua, menurut
ijma’ yang dikemukakan oleh Imam Abu Ja’far ibnu Jarir Al Thabari, bahwa nisab
sapi adalah 50 ekor dan zakatnya 1 ekor.[8]
2)
Kambing
Zakat tersebut wajib
berdasarkan hadits dan ijma’, dalam hadits disebutkan, yang artinya :” zakat
kambing (domba), bila sampai 40 ekor sampai 120 ekor, 1 ekor kambing.”(H.R
Bukhori).
Nisab Kambing (Domba)
|
Jumlah zakat
|
40-120 ekor
|
1 ekor kambing
|
121-200 ekor
|
2 ekor kambing
|
201-399 ekor
|
3 ekor kambing
|
121-499 ekor
|
4 ekor kambing
|
201-599 ekor
|
5 ekor kambing
|
Bila lebih dari 599
ekor, maka zakatnya setiap 100 ekor, 1 ekor kambing. Misalkan ada 800 ekor
kambing, berarti zakatnya 8 ekor kambing. Dan zakat kambing tidak dikeluarkan
jika jumlahnya dibawah 40 ekor.
Kambing (domba) yang
dikeluarkan zakatnya, hendaknya memperhatikan beberapa hal, seperti:
a)
Mutunya,
hendaknya zakat yang diberikan tidak boleh cacat, luka, sudah tua, karena hal
tersebut mengurangi manfaat dan harganya.
b)
Jenis kelamin
Menurut hanafi dan
maliki: zakatnya boleh betina, boleh juga jantan.
Menurut hambali: tidak
boleh dikeluarkan zakatnya yang jantan, bila nisabnya betina. Jadi sesuai
dengan jenis kambing yang dizakati.
c)
Umur
Maliki : memandang sama
kambing dan domba, karena jenisnya sama, zakatnya kalau berumur satu tahun.
Syafi’i dan Akhmad :
anak kambing jantan umur 1 tahun dan anak domba jantan umur enam bulan.[9]
3)
Unta
Nisab unta
|
Banyaknya zakat
|
5-9 ekor
|
1 ekor kambing usia 2
tahun lebih atau 1 ekor domba usia 1 tahun lebih
|
10-14 ekor
|
2 ekor kambing usia 2 tahun lebih atau 2 ekor
domba usia 1 tahun lebih
|
15-19 ekor
|
3 ekor kambing usia 2 tahun lebih atau 3 ekor
domba usia 3 tahun lebih
|
20-24 ekor
|
4 ekor kambing usia 2 tahun lebih atau 4 ekor
domba usia 1 tahun lebih
|
25-35 ekor
|
Seekor anak unta betina usia 1 tahun lebih
|
36-45 ekor
|
Seekor anak unta betina usia 2 tahun lebih
|
46-60 ekor
|
Seekor anak unta betina usia 3 tahun lebih
|
61-75 ekor
|
Seekor anak unta betina usia 4 tahun lebih
|
76-90 ekor
|
2 ekor anak unta betina usia 2 tahun lebih
|
91-120 ekor
|
2 ekor anak unta betina usia 3 tahun lebih
|
Tabel diatas adalah
zakat yang disepakati para ulama. apabila lebih dari 120 ekor unta, menurut
ulama-ulama dari madzab hanafi dan Ats-Tsauri yaitu kewajiban zakat unta yang
jumlahnya lebih dari 120 ekor, dihitung mulai dari awal lagi, artinya setiap
lipatan 5 ekor, maka ditambah 1 ekor kambing.[10]
c.
Zakat Tanaman
dan Buah-buahan
Semua ulama madzhab
sepakat bahwa jumlah (kadar) yang wajib dikeluarkan dalam zakat tanaman dan
buah-buahan adalah sepersepuluh atau
sepuluh persen, kalau tanaman tersebut disiram air hujan atau air dari aliran
sungai. Tetapi jika air yang digunakan dengan air irigasi (dengan membayar) dan
sejenisnya, maka cukup mengeluarkan 5 persen saja.
Ulama madzab selain
Hanafi sepakat bahwa nisab tanaman dan buah-buahan adalah 5 Ausuq. Satu ausuq
sama dengan 60 gantang, yang jumlahnya kira-kira mencapai 910 gram. Jika tidak
mencapai target tersebut, maka tidak wajib dizakati.
Imam hanafi berpendapat
bahwa banyak maupun sedikit, wajib dizakati secara sama. Ulama madzhab berbeda
pendapat tentang tanaman dan buah-buahan yang wajib dizakati:
1)
Hanafi : semua
tanaman dan buah-buahan yang keluar dari bumi wajib dizakati, kecuali kayu,
rumput dan tebu persi.
2)
Maliki dan
Syafi’i : setiap tanaman dan buah-buahan yang disimpan untuk kepentingan
belanja wajib dizakati, seperti gandum, beras kurma dan anggur.
3)
Hambali : semua
tanaman dan buah-buahan yang ditimbang dan yang disimpan wajib dizakati.
4)
Imamiah :
biji-bijian yang wajib dizakati hanyalah gandum. Dan buah-buahan yang wajib
dizakati hanyalah anggur dan kurma. Selain yang disebutkan diatas tidak wajib
dizakati, tetapi sunah untuk dizakati.[11]
d.
Zakat Harta Dagangan
Yang dinamakan harta
dagangan adalah harta yang dimiliki dengan akad tukar dengan tujuan untuk
memperoleh laba, dan harta yang dimilikinya harus merupakan hasil usahanya
sendiri. Menurut empat madzab, zakat harta dagangan adalah wajib, tetapi
menurut imamiyah adalah sunah. Zakat yang dikeluarkan sebanyak sperempat puluh
persen, artinya satu dari empat puluh.
Semua madzab sepakat
bahwa syaratnya harus mencapai satu tahun. Untuk menghitungkan yang pertama-tama
harta tersebut diniatkan untuk berdagang. Apabila telah mencapai satu tahun
penuh dan memperoleh untyung, maka ia wajib dizakati.
Imamiyah: disyaratkan
adanya modal dari awal tahun sampai akhir tahun. Maka kalau di pertengahan
tahun modal tersebut berkurang, maka ia tidak wajib dizakati. Apabila nilai
modal tersebut berkurang, maka hitungan tahun mulai dari awal lagi.
Imam Syafi’i dan Imam
hambali: perkiraan untuk dinamakan akhir tahun itu bukan dari awal, pertengahan
dan akhir tahun itu. Maka kalau ia (seseorang) tidak memiliki modal yang
mencapai nishab pada awal tahun, juga pada pertengahannya, tetapi pada akhir
tahun sudah mencapai nishab, maka ia wajib dizakati.
Imam Hanafi: yang
dianggap atau yang dihitung dalam satu tahun, bukan hanya di pertengahan saja.
Maka barangsiapa yang memiliki harta dagangan yang telah mencapai nishab pada
awal tahun, kemudian pada pertengahan tahun berkurang, pada akhir tahun
sempurna atau mencapai nishab, maka ia wajib dizakati. Tetapi kalau pada awal
ataupun akhir tahun berkurang, maka ia tidak wajib dizakati.
e.
Zakat Hasil Laut
Para ulama berbeda
pendapat dalam penetapan zakat hasil laut, seperti mutiara, marjan dan ambar.
1)
Abu Hanifah,
hasan bin Shalih serta mazhab syi’ah Zaidiyah dan ulama yang sejalan dengan abu
hanifah, berpendapat bahwa hasil laut itu tidak dikenakan zakatnya, karena
tidak ada Nash yang tegas dalam penetapan hukumnya.
2)
Abu Yusuf, sahabat dari murid Abu hanifah dan
ahmad, berpendapat bahwa kekayaan hasil laut itu zakatnya 20 persen.
Bagi ulama-ulama yang
mewajibkan zakat, ada 3 pendapat yang menetapkan besar zakat yang dikeluarkan:
1) Zakatnya
seperlima (20 %) dianalogikan (diqiyaskan) kepada ghanimah dan barang tambang
yang dihasilkan dari perut bumi.
2) Zakatnya
sepersepuluh (10 %) dianalogikan dengan zakat pertanian.
3) Zakatnya
2,5 % dianalogikan kepada zakat perdangan.
Menurut pendapat Imam
Malik dan Syafi’i, berat zakatnya harus dibedakan, sesuai dengan berat ringan
mengusahakannya, besar biaya atau tidaknya dalam pengolahannya, apakah 20 %
atau 2,5 %.[12]
f.
Zakat Barang
Tambang
Barang tambang yaitu segala
sesuatu yang dihasilkan dari dalam (perut) bumi. beberapa ulama berbeda pendapat
tentang barang tambang yang wajib dizakati:
·
Imam Abu
Hanifah: barang tambang yang pengolahannya menggunakan api dikenakan zakat.
·
Imam Syafi’i:
barang tambang yang wajib dizakati hanya emas dan perak saja.
·
Imam Hambali dan
madzab Zaid bin Ali Baqir dan Shadiq dari golongan Syi’ah: semua barang tambang
wajib dikeluarkan zakatnya.
Dalam besarnya zakat
yang dikeluarkan, nisab dan haul, beberapa ulama juga berbeda pendapat:
·
Imam Abu hanifah
dan ulama-ulama yang sejalan pemikirannya dengan beliau: zakatnya yaitu 1/5 (20
%), nisabnya tidak terikat oleh nisab, dan haulnya tidak perlu menunggu satu
tahun.
·
Imam Ahmad dan
Ishaq, Maliki, Syafi’i: zakatnya 2,5 % berdasarkan qiyas kepada zakat uang,
nisabnya tetap berlaku sebagai mana emas dan perak, dan haulnya tetap terikat
dengan haul.
g.
Zakat Profesi
Pada zaman sekarang
ini, orang mendapat uang (gaji) dari pekerjaan dan profesinya. Ada penghasilan
yang tetap dan ada yang tidak tetap.
Menurut Drs. H. Nazar
Bakry (1994), semua masam penghasilan wajib dikenai zakat, berdasarkan Al-Quran
surat Al-Baqarah ayat 267.
Dalam surat tersebut
semua macam penghasilan terkena wajib zakat, asal penghasilan tersebut telah
melebihi kebutuhhan pokok hidupnya dan keluarganya yag berupa sandang, pangan,
papan serta alat-alat rumah tangga, alat-alat kerja/usaha, kendaraan dan
lain-lain yang tidak bisa diabaikan.[13]
kemudian sisa penghasilannya masih mencapai nisab yakni senilai 93,6 gram emas
dan telah genap setahun kepemilikannya. Maka wajib dikeluarkan zakatnya 2,5 %.
h.
Zakat Investasi
Investasi adalah
penanaman modal atau uang dalam proses produksi. Pada saat ini penanaman modal
dilaksanakan dalam berbagai bidang usaha, seperti perhotelan, perumahan, wisma,
pabrik, transportasi, pertokoan,dan masih banyak lagi jenisnya.
Meskipun investasi
tersebut mendatangkan hasil, tetapi masih terdapat perbedaan pendapat antara
para ulama.
·
Madzhab
lahiriyah (ibnu hazdi), Syaukani dan Shahik hasan khan: tidak wajib zakat.
Mereka beralasan pada masa rasulullah para sahabat tidak pernah menentukan
hukumnya. Kelompok ini berpegang pada lahiriah Nash (Sunnah).
·
Madzhab Hambali
Zaidiyah: wajib zakat. Sebagian ulama berpendapat bahwa penanaman modal dalam
berbagai bentuk kegiatan dikenakan zakatnya.
·
Nisab dan haul
dari hasil investasi disamakan dengan emas yaitu 93,6 gram dalam waktu 1 tahun
kepemilikan.
C. KESIMPULAN
1)
Zakat mal adalah
zakat harta benda dan macam-macam harta yang wajib dizakati antara lain:
·
Emas dan perak
·
Hewan Ternak
·
Harta
perdagangan
·
Hasil tanaman
dan buah-buahan
·
Hasil laut
·
Hasil barang
tambang
·
Harta profesi
·
Harta investasi
2)
Syarat-syarat
wajib zakat
·
Islam pemiliknya
·
Merdeka
pamiliknya, tidak budak,
·
Milik yang
sempurna
·
Sampai nisab
·
Sampai satu
tahun disimpan (kalau emas dan perak serta harta perniagaan)
3)
Orang-orang yang
berhak menerima zakat (mustahik)
·
Fakir miskin
·
Amil zakat
·
Orang mualaf
·
Budak belian
·
Orang yang
berhutang
·
Fisabilillah
·
Ibnu sabil
4)
Terjadi berbagai
perbedaan pendapat diantara para ulama dalam penentuan barang yang wajib
dizakati,besarnya zakat, nisab serta
haulnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Ayyub, Syaikh Hasan. Fiqih Ibadah. Jakarta: Pustaka Al-kautsar, 2004.
Haludi,Ds. Khuslan, M.Si. Integrasi Budi Pekerti dalam pendidikan
Agama Islam, Solo: PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2004.
Bakry, Drs. H. Nazar, problematika
Pelaksanaan Fiqih Islam, Jakata: PT. Raja Grafindo Persada, 1994.
Hasan, M. Ali. Zakat dan Infak: salah satu solusi
mengatasi poblem sosial di Indonesia. Jakarta: Kencana Penada Media Group, 2008.
Mughniyah, Muhammad Jawad. Fiqih Lima Mazhab, Jakarta: Lentera, 2008.
[1]
Syaikh hasan ayyub, fikih ibadah, (
jakarta: PUSTAKA AL-KAUTSAR, 2004)
[2]
Drs. Khuslan haludi, M.Si dan Abdurrohim sa’id, S.Ag, integrasi budi pekerti dalam pendidikan agama islam, (Solo : PT
Tiga Serangkai pustaka mandiri, 2004) halmn 112
[3]
Drs. Khuslan Haludi, M.Si ,halmn 112-113
[4]
Drs. H. Nazar Bakry, problematika pelaksamnaan fiqih Islam, (Jakarta;PT. Raja
Grafindo Persada, 1994), halmn 31.
[5]
M. Ali hasan, zakat dan infak salah satu solusi mengatasi problem sosial di
indonesia, (Jakarta: Kencana prenada media grup, 2008), halmn 43-44
[6]
M. Ali Hasan, Halmn 28-29
[7]
M. Ali Hasan, halmn 29-31
[8]
M. Ali Hasan, Halmn 31-32
[9]
M. Ali Hasan, halmn 33-35
[10]
Syaikh Hasan Ayyub, fikih Ibadah, (Jakarta: Pustaka Alkautsar, 2004), halmn
539-540
[12]
M. Ali Hasan, halmn 68-69
[13]
Drs. Nazar Bakry, halmn 33