Konsep dasar Kurikulum PAI Berbasis Kompetensi

Konsep dasar Kurikulum PAI Berbasis Kompetensi

KONSEP DASAR KURIKULUM PAI BERBASIS KOMPETENSI

Pendahuluan
Telaah kurikulum dalam satu periode pendidikan mutlak dilakukan oleh seorang guru untuk mengetahui sejauh mana ketercapaian tujuan pendidikan yang direncanakan serta menganalisis kekurangan dan kelebihannya sehingga dapat diupayakan langkah-langkah yang mendorong progresivitas ketercapaian tujuan secara optimal.
Perbedaan mata pelajaran mewajibkan konsep dasar telaan kurikulum yang berbeda pula karena setiap mata pelajaran memiliki karakteristik tersendiri. Adapun yang akan kita bahas dalam tulisan ini yaitu konsep dasar telaah kurikulum PAI berbasis kompetensi, yang mana menyajikan peta konsep dasar dalam telaah kurikulum PAI disesuaikan dengan kurikulum berbasis kompetensi yang mulai dilaksanakan pada tahun 2004. Untuk lebih jelasnya mari kita simak penjelasan berikut:

Pembahasan
A.    Kurikulum PAI
Salah satu komponen operasional pendidikan Islam adalah kurikulum. Kurikulum dapat didefinisikan sebagai program pendidikan yang didalamnya mencakup masalah-masalah metode, tujuan tingkat pengajaran, materi pelajaran, topic-topik pelajaran, serta aktifitas yang dialakukan setiap siswa pada setiap materi pelajaran[1].
Kurikulum pendidikan islam pada zaman rasulullah SAW baik di Makkah maupun Madinah adalah Al-Qur’an[2], yang Alloh wahyukan sesuai dengan kondisi dan situasi, kejadian dan peristiwa yang dialami umat Islam saat itu. Karena itu, dalam praktiknya tidak saja logis dan rasional tetapi juga sangat sepadan dengan fitrah manusia. Hasil dari cara yang demikian itu dapat dilihat dari sikap mental para pengikutnya yang dipancarkan kedalam sikap hidup yang baik, menjadi pribadi yang tangguh serta sabar dalam menghadapi segala cobaan yang dating bertubi.

B.     Karakteristik Kurikulum PAI
Pada dasarnya, Pendidikan Islam menuntut hadirnya kurikulum yang dibangun diatas landasan konsep Islam tentang alam semesta, kehidupan dan manusia. Menurut Nizar[3], kurikulum Islami harus memenuhi beberapa ketentuan sebagai berikut:
1.      Memiliki system pengajaran dan materi yang selaras dengan fitrah manusia serta bertujuan untuk menyucikan manusia, memelihara dari penyimpangan dan menjaga keselamatan fitrah manusia.
2.      Harus mewujudkan tujuan pendidikan Islam
3.      Harus sesuai dengan tingkatan pendidikan baik dalam hal karakteristik, tingkatan pemahaman, jenis kelamin serta tugas-tugas kemasyarakatan yang telah dirancang dalam kurikulum
4.      Memperhatikan tujuan-tujuan masyarakat yang realistis
5.      Tidak bertentangan dengan konsep-konsep Islam, mengacu pada kesatuan Islam dan selaras dengan integrasi psikologis yang telah Alloh ciptakan untuk manusia serta selaras dengan kesatuan pengalaman yang hendak diberikan kepada anak didik.
6.      Harus realistis
7.      Harus memilih metode yang realistis
8.      Harus efektif
9.      Harus sesuai dengan berbagai tingkatan usia anak didik
10.  Memperhatikan aspek pendidikan tentang segi-segi perilaku yang bersifat aktifitas langsung

Bagaimanapun jenis kurikulum yang digunakan, dalam kegiatan belajar mengajar yang terpenting adalah aplikasi daripada dokumen kurikulum karena bagaimanapun juga kurikulum yang tidak dapat diaplikasikan secara optimal hanya akan menghambat atau mengurangi tingkat keber/hasilan dalam pencapaian tujuan pendidikan yang telah direncanakan.

C.     Karakteristik Kurikulum PAI
Karakteristik kurikulum pada PAI[4], yaitu:
1.      Islam menolak dualisme system kurikulumdan sekularisme
2.      Menonjolkan tujuan agama dan akhlak pada berbagai tujuan dan kandungan-kandungan, metode-metode, alat-alat dan tekniknya
3.      Meluasnya perhatian dan menyeluruhnya kandungan-kandungannya
4.      Ciri-ciri keseimbangan yang relative diantara kandungan-kandungan kurikulum
5.      Kecenderungan pada seni halus, aktifitas pendidikan jasmani dan lainnya.
D.    Pendidikan Agama Islam (PAI) Berbasis Kompetensi
Menurut Mulyasa[5], Kurikulum berbasi kompetensi (KBK) merupakan suatu konsep kurikulum yang menekankan pada pengembangan kemampuan melakukan (kompetensi) tugas-tugas dengan standar performansi tertentu sehingga hasilnya pun dapat dirasakan oleh peserta didik, berupa penguasaan terhadap seperangkat kompetensi tertentu.
Mengacu pada pengertian kompetensi yang dikemukakan oleh Depdiknas, yaitu kompetensi merupakan pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak. Dengan demikian, yang dimaksud dengan kompetensi PAI adalah pengetahuan, ketrampilan dan nilai-nilai dasar ajaran Islam[6].
Dari beberapa uraian diatas dapat dipahami bahwa PAI berbasis kompetensi merupakan seperangkat instrument perencanaan dan pengaturan tentang kompetensi dan hasil belajar yang harus dicapai oleh siswa pada pendidikan Agama Islam yang berupa pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai dasar ajaran agama Islam agar dapat terimplementasikan dengan baik pada diri peserta didik.
Walaupun kurikulum ini sifatnya lebih umum dibandingkan dengan kurikulum 1994, ini diharapkan lebih membantu guru, karena dilangkapi dengan pencapaian target yang jelas, materi standar, standar hasil belajar siswa dan prosedur pelaksanaan pembelajaran. Diharapkan KBK ini dapat digunakan sebagai acuan dalam mengembangkan kurikulum PAI sesuai dengan kebutuhan daerah sekolah.



[1] Abdurrahman An-nahlawy, Pendidikan Islam di rumah, sekolah dan masyarakat (Jakarta: Gema Insani Press, 1996) hal 193
[2] Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam: menelusuri jejak sejarah pendidikan Era Rasululloh sampai Indonesia (Jakarta: Kencana, 2007) hal 11
[3] Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam: menelusuri …….. hal 196-199
[4] Khoiron Rosydi, Pendidikan Profetik (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009) hal 259-261
[5] E. Mulyasa, Kurikulum berbasis Kompetensi (Bandung: Rosdakarya, 2003) Hal. 39
[6] Abdul majid dan Dian andani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi (Bandung: Rosdakarya, 2006) hal 84
KEDUDUKAN GURU DALAM PROSES PEMBELAJARAN PAI DI SMA

KEDUDUKAN GURU DALAM PROSES PEMBELAJARAN PAI DI SMA



KEDUDUKAN GURU PADA PROSES PEMBELAJARAN PAI DI SMA

PENDAHULUAN
            Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam (PAI) pada sekolah atau madrasah selalu mendapatkan berbagai kritik. Berbagai persoalan seperti kurang berhasilnya perubahan sikap dan perilaku keberagamaan oleh sebagian peserta didik sering dikaitkan dengan kegagalan pelaksanaan pendidikan agama Islam di Sekolah. Anggapa ini berkaitan erat dengan realita yang dihadapi bangsa Indonesia dengan berbagai persoalannya. Sehingga sebagian pakar menyatakan bahwa krisis multidimensi yang melanda bangsa ini merupakan bagian dari kegagalan pendidikan agama di Indonesia, termasuk Pendidikan Agama Islam[1].
            Dengan memperhatikan persoalan tersebut, seorang guru agama seharusnya dituntut untuk melakukan berbagai inovasi dalam proses pembelajaran. Perub ahan pertama adalah terkait paradigm yang harus dikembangkan bahwa PAI di sekolah bukan hanya menjadi tugas guru dan tenaga kependidikan lain di sekolah, melainkan orang tua juga terlibat dalam perubahan paradigm tersebut. Banyaknya beban dan peran yang diterima seorang guru, menjadi hal yang menarik untuk dikaji baik dari segi ajaran Islam itu sendiri maupun kaitannya dengan PAI di ranah Sekolah Menengan Atas (SMA).

PEMBAHASAN
A.     Guru Pendidikan Agama Islam
Dalam Al-Qur’an, pendidik itu ada empat macam, yaitu Alloh SWT, para Nabi, kedua orang tua dan orang lain. Orang yang keempat inilah yang selanjutnya disebut dengan guru[2]. Guru atau pendidik merupakan tenaga professional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat terutama bagi pendidik dan lebih utama pada perguruan tinggi[3]. Sedangkan pendidik dalam perspektif pendidikan Islam adalah orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan jasmani dan rohani peserta didik agar mencapai tingkat kedewasaan sehingga ia mampu menunaikan tugas-tugas kemanusiaannya sesuai dengan ajaran Islam[4].
Sedangkan pendidikan agama Islam itu dapat diartikan  sebagai program yang terencana dalam menyiapakan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati hingga mengimani ajaran agama Islam serta diikuti tuntunan-tuntunan untuk menghormati penganut agama lain dalam hubungannya dengan kerukunan antar umat beragama hingga terwujud kesatuan dan persatuan bangsa. Kalua tujuan pendidikan agama dirumuskan untuk PAI, maka tujuan PAI adalah membantu terbinanya sarjana muslim yang beriman, berilmu dan beramal sesuai ajaran agama Islam[5].
B.      Peran dan Tugas Guru
Menurut Suparlan[6], guru memiliki peran yang sangat penting dalam pelaksanaan pendidikan, antara lain:
1.       Sebagai Pendidik
a.       Mengembangkan kepribadian
b.       Membina budi pekerti
2.       Sebagai Pengajar
a.       Menyampaikan ilmu pengetahuan
b.       Melatih ketrampilan, memberikan panduan dan petunjuk
c.       Paduan antara memberikan pengetahuan bimbingan dan ketrampilan
d.       Merancang pembelajaran
e.       Melaksanakan dan menilai efektifitas pembelajaran
3.       Sebagai Fasilitator
a.       Memotivasi dan membantu siswa
b.       Membimbing siswa dalam proses pembelajaran didalam dan diluar kelas
c.       Menggunakan strategi dan metode pembelajaran yang sesuai
d.       Menyediakan bahan pengajaran
e.       Mendorong siswa untuk mencari bahan ajar
4.       Sebagai Pembimbing
a.       Memberikan bimbingan tentang gaya pembelajaran siswa
b.       Mencari kekuatan dan kelemahan siswa
c.       Memberikan latihan dan penghargaan terhadap siswa
d.       Mengenal permasalahan yang dihadapi siswa dan menemukan solusinya
e.       Membantu siswa mengenal bakat dan minat siswa
f.        Mengeali perbedaan individual siswa
5.       Sebagai Pelayan
a.       Memberikan layana pembelajaran yang nyaman dana man sesuai dengan perbedaan individual siswa
b.       Menyediakan fasilitas pembelajaran dan layanan sumber belajar
6.       Sebagai Perancang
a.       Menyusun program pengajaran dan pembelajaran berdasarkan kurikulum ynag berlaku
b.       Menyusun rencana mengajar
c.       Menentukan strategi dan metode pembelajaran
7.       Sebagai Pengelola
a.       Melaksanakan administrasi dan presensi kelas
b.       Memilih strategi dan metode pembelajaran yang efektif
8.       Sebagai Inovator
a.       Menentukan strategi dan metode mengajar yang efektif serta dapat meningkatkan kemampuan dan ketrampilan dalam menggunakannya
b.       Mau mencoba dan  menerapkan strategi dan metode pembelajran yang baru
9.       Sebagai Penilai
a.       Menyusun tes dan Isntrumen penilaian dan melaksanakan penilaian secara objektif
b.       Mengadakan pembelajaran remedial dan pengayaan

C.      Kedudukan Guru dalam Pendidikan Islam
Salah satu hal yang amat menarik dala ajaran Islam adalah penghargaan terhadap guru yang sangat tinggi. Begitu tingginya penghargaan itu sehingga menempatkan guru setingkat dibawah kedudukan Nabi dan Rasul. Hal itu dikarenakan, guru selalu terkait dengan ilmu (pengetahuan) sedangkan Islam sangat menghargai pengetahuan[7]. Kedudukan orang alim dalam islam dihargai tinggi apabila orang itu mengamalkan ilmunya. Sebenarnya tingginya kedudukan guru dalam Islam merupakan realitas ajaran Islam itu sendiri. Islam memuliakan pengetahuan, pengetahuan itu didapat dari belajar dan mengajar, yang belajar adalah calon guru dan yang mengajara adalah guru.
Dengan melihat tugas yang dilakukan oleh guru yang disertai kesabaran, penuh keikhlasan tanpa pamrih itulah yang menempatkan kedudukannya menjadi orang yang dihormati. Dengan demikian secara filosofis penghormatan yang tinggi kepada guru adalah sesuatu yang logis dan secara moral dan social sudah selayaknya harus dilakukan. Namun demikian, tidak berarti seorang guru dapat semaunya memperlakukan anak didiknya[8].
Kedudukan guru yang tinggi dalam Islam kelihatan memang berbeda dari kedudukan guru di dunia barat. Di barat hubungan gur-murid adalah hubungan kepentingan antara pemberi dan penerima jasa. Dalam sejarahnya, hubungan guru-murid dalam Islam ternyata sedikit demi sedikit berubah; nilai-nilai ekonomi sedikit demi sedikit mulai masuk. Yang terjadi sekarang kurang lebih sebagai berikut
1.       Kedudukan guru dalam islam semakin merosot
2.       Hubungan guru-murid semakin kurang bernilai. Penghargaan (penghormatan) murid terhadap guru semakin menurun
3.       Harga karya mengajar semakin tinggi
Secara lahiriah kita dapat mengatakan bahwa kedudukan guru, penghormatan guru, penghormatan murid dan upah guru dalam islam sekarang semakin bergeser kepada nilai-nilai barat.

D.     Kedudukan Guru PAI di SMA
Jika dalam Islam kedudukan seorang pendidik yaitu setingkat dibawah kedudukan Nabi dan Rasul, maka menurut penulis, kedudukan guru baik PAI maupun non PAI sama-sama berkedudukan sebagai pendidik, motivator, evaluator dan lainnya yang sama halnya dengan yang diungkapkan oleh Suparlan sebelumnya. Yang mebedakan hanya tujuan akhir dan hasil dari pengajaran guru PAI terhadap siswa karena jelas setiap guru mempunyai target penciptaan pengajaran yang berbeda.
Tujuan PAI di sekolah maupun madrasah baik itu ditingkat SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA ataupun yang sederajat yaitu untuk menumbuhkan dan meningkatkan keimanan melalui pemberian dan pemupukan pengetahuan, penghayatan, pengalaman serta pengamalan peserta didik tentang Agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang dalam hal keimanan, ketaqwaannya, berbangsa dan bernegara serta untuk dapat melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi[9].
Selain hal diatas, kedudukan guru juga sebagai berikut:
1.       Sebagai referensi bagi guru-guru lain atas masalah-masalah agama. Jadi seorang guru juga harus selalu mengikuti perkembangan zaman (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi)
2.       Sebagau pelindung dan pengayom bagi siswa bahkan guru atas masalah agama, supaya peserta didik tidak terjerumus kedalam hal-hal yang tidak baik terhadap masalah-masalah agama yang ada tersebut
3.       Sebagai panutan dalam masalah ibadah
4.       Sebagai contoh atau suri tauladan dala berakhlak dan beretika dalam komunitas sekolah maupun masyarakat.
Dari tujuan yang dituangkan diatas, maka dapat dilihat bahwa seorang pendidik itu mempunyai kedudukan yang tinggi dimana pendidik juga harus bias mengetahui psikologi anak didiknya. Apalagi peserta didik jenjang SMA yang mana sedang dalam masa pubertas. Jadi seorang gur tidak bias mengekang dangan segala tugas atau materi-materi yang ada sehingga mereka menjadi jenuh dan bosan terhadap mata pelajaran maupun pendidiknya itu.
Selain itu seorang gur juga harus bias menjadi sahabat bagi peserta didiknya, bias mengerti mereka serta pendidik dapat menciptakan suasana yang hidup saat proses belajar mengajar berlangsung dengan berbagai fasilitas, metode dan strategi yang ada tanpa mengurangi apa yang menjadi tujuan dari pembelajaran tersebut.

PENUTUP
Sebagai seorang pendidik, guru memiliki peran dan tugas yang sangat penting dalam dunia pendidikan. Hal itu yang mengantarkan seorang pendidik mempunyai kedudukan yang amat tinggi. Dalam Islam seorang pendidik mempunyai kedudukan setingkat dibawah kedudukan Nabi dan Rasul. Selain itu juga, di Indonesia guru juga sangat berjasa dalam mengantarkan peserta didiknya menempuh kesuksesan dan juga seorang guru yang mempunyai julukan pahlawan tanpa tanda jasa itu karena keikhlasannya dalam menyampaikan ilmunya.


[1] Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi. (Jakarta : Raja Grafindo Persada, Ed. 3, 2009) hal. 18
[2] Drs. Abudin Nata, M.A, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Logos, 1997) hal 67
[3] Drs. Muhammad Alim, M.Ag. Pendidikan Agama Islam; Upaya Pembentukan Pemikiran dan Kepribadian Muslim (Bandung: Rosdakarya, 2006) hal 6
[4] Dr. Al-Rasyidin, M.A  dan Dr. H. Samsul Nizar, M.A. Filsafat Pendidikan Islam: Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis (CIputat: Ciputat Press. 2005) hal 42
[5] Dr. Al-Rasyidin, M.A  dan Dr. H. Samsul Nizar, M.A. Filsafat Pendidikan Islam…… hal. 7
[6] Drs. Suparlan, M.Ed. Guru Sebagai Profesi (Yogyakarta; Hikayat. 2006) hal 37-39
[7] Drs. Ahmad Tafsir. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam (Bandung; Rosdakarya, 2004) hal 76-77
[8] Drs. Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, hal 70
[9] Abdul Majid, S.Ag. dan Dian Andani, S.Pd. Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi (Bandung: Rosdakarya, 2006) hal 135