Tafsir Alkasyaf

Tafsir Alkasyaf


TAFSIR AL-KASYAF
(Zamakhsyari)
A.    Biografi Pengarang Kitab Al-Kasyaf
Kitab ini ditulis oleh Abu Qasim Mahmud bin Umar al Khawarizmi al-Zamakhsyari. Beliau lahir pada hari rabu tanggal 27 rajab 467 H bertepatan dengan tahun 1074 M di Zamakhsyari, suatu desa di Khawarizmi, Turkistan, Rusia. Ia hidup dilingkungan sosial yang penuh dengan suasana dan semangat kemakmuran dan keilmuan. Beliau wafat tahun 538 H setelah ia kembali dari Makkah.
Ia mendapatkan pendidikan dasar di negerinya, kemudian pergi ke Bukhara untuk memperdalam ilmunya. Ia belajar sastra (adab) kepada Abu Mudhar Mahmud ibn Jarir al-Dhabby al-Ashfani (wafat 507 H). merupakan guru yang sangat berpengaruh terhadap diri Zamakhsyari. Setelah itu ia pergi ke Mekkah untuk memperdalam sastra. Sebelum ia berguru ke Abu Mudhar Mahmud ia berguru pad abi al-Hasan  al-Mudzaffar al-Naisabury (seorang penyair). Ia juga berguru pada seorang ahli bahasa dan sastra yaitu Abu Manshur ibn al-Jawallqiy (446-539 H).

B.     Biografi Kitab Al-Kasyaf
Kitab ini ditulis dalam waktu seperti lama masa khalifah Abu Bakar, atau dengan kata lain selama dua tahun beberapa bulan. Dalm sumber lain mengatakan bahwa kitab ini dikarang selama tiga tahun di Makkah al-Mukaramah atas permintahanAbu Hasan Ali Ibnu Hamzah.
Tafsir ini ditulis berdasarkan susunan mushaf (Tahlili), corak tafsirnya termasuk tafsir bil-ra’yi. Tafsir ini didalamnya penuh degan romantika balaghah (kajian pilologi) serta kental dengan unsur-unsur teologi mu’tazilah.

C.    Contoh Tafsir Al Kasyaf
Ketika menafsiri tentang sifat-siofat tuhan, ia menolak paham Beautific Vision karena tuhan bersifat imateri, sedangkan mata manusia bersifat materi. Yang bersifat imateri hanya bisa dilihat oleh yang imateri. Dalam QS: Al-An’am ayat 103:
žw çmà2Íôè? ㍻|Áö/F{$# uqèdur à8Íôムt»|Áö/F{$# ( uqèdur ß#Ïܯ=9$# 玍Î6sƒø:$# ÇÊÉÌÈ
“Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala yang kelihatan, Dia-lah yang maha halus lagi maha mengetahui”
Menurut Zamakhsari ayat ini sebagai penjelasan bahwa tuhsn tidak dapat dilihat dengan mata kepala kapanpun. Lafadz nafi pada ayat tersebut berlaku umum, tidak terkait waktu dan tempat tertentu, baik dunia maupun akhirat.

D.    Kritik Ulama terhadap Kitab Tafsir Al-Kasyaf
Menurut Ibnu Khaldun, kitab ini termasuk tafsir yang paling baik tentang bahasa, I’rab dan balaghah. Hanya saja pengarangnya terasuk pengikut fanatic Mu’tazilah. Ia senantiasa membela Madzabnya yang telah rusak setiap kali ia menafsirkan ayat-ayat dari segi balaghah.
Menurut kalangan ahlussunnah menganggap kitab ini sebagai sebuah penyimpangan, sedangkan jumhur ulama lebih menganggap kitab ini sebagai manipulasi terhadap rahasia kedudukan Al-Qur’an.
Senada dengan pendapat sebelumnya, Ar-Razi berkata dalam tafsir ayat “Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya(Al-Maidah : 54) “, : “dalam hal ini pengarang kitab Al-Kasyaf telah menceburkan dirinya dalam kesalahan dan bahaya kerena mencela para kekasih Allah Swt. Dan telah menulis sesuatu yang tidak layak dan suatu kejelekan terhadap mereka-mereka yang dicintai Allah Swt. Dia sangat berani melakukan hal; ini, pada tulisan ini dia lakukan ketika menafsirkan ayat-ayat Allah Swt. yang majid.
Lain halnya dengan Syaikh Haidar al Hiwari, beliau berkata “ kitab Al-Kasyaf mempunyai kedudukan yang sangat tinggi, tidak ada bandingannya pada kitab-kitab terdahulu dan kitab yang dikarang kemudian. Karena dalam kitab tersebut terkumpul ungkapan indah dan teratur. Apabila dibandingkan dengan kitab sesudahnya tidak semanis al-kasyaf, walaupun dalam kitab itu ada keutamaan lain, tetapi kemanisan dalam kitab Al-Kasyaf tidak ditemukan padanya. Karena terkadang dalam karangan lain terdapat ungkapan yang menyatakan tidak berpengalamannya pengarang karena ada ungkapan yang salah tidak seperti Imam Zamakhsyari sangat cermat lagi terang yang menjadikannya masyhur dan terkenal bagaikan terangnya matahari disiang hari”
Resensi Buku : PROPHETIC EDUCATION (Kontekstualisasi Filsafat dan Budaya Pofetik dalam Pendidikan)

Resensi Buku : PROPHETIC EDUCATION (Kontekstualisasi Filsafat dan Budaya Pofetik dalam Pendidikan)


Judul buku      : Prophetic Education (Kontekstualisasi Filsafat dan Budaya Pofetik   dalam Pendidikan)
Pengarang       : Dr. Moh. Roqib, M.Ag.
Penerbit           : STAIN Press, Purwokerto dan Buku Litera, Yogyakarta
Terbit               : April 2011
Halaman          : xx + 390
Tebal buku      : 15 x 23 cm
Jenis Buku       : Pendidikan
Editor              : Abdul Wachid B.S.
Harga              : Rp. 56.000,00

Buku Prophetic Education karya Dr. Moh. Roqib, M.Ag. ini merupakan sebuah karya yang dilatar belakangi karena adanya kemajuan teknologi khususnya teknologi komunikasi dan informasi yang dikuasai barat dan terjadinya kesalahan beruntun secara sosial, politik ekonomi, dan budaya, komunitas muslim merasa kelimpungan dengan reaksi yang beragam. Dalam komunitas lain, umat islam seakan tidak peduli terhadap ketertinggalan yang ada dan tetap bangga terhadap khazanah keilmuan dan budaya hidupnya. Sikap menutup diri dan enggan bergerak dinamis ini menunjukan adanya indikasi pengkultusan terhadap tradisi  (turas) dan pemikiran keagamaanya (taqdis al-afkar ad-diny) sehingga tidak boleh “digeser” apalagi dipertanyakan,direkontruksi, dan di dekontruksi. Pendidikan profetik merupakan sebuah tawaran yang diajukan untuk mengatasi permasalahan yang ada.
Pendidikan profetik adalah proses transfer pengetahuan dan nilai yang bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan dan alam sekaligus memahaminya untuk membangun komunitas social yang ideal. Ada 3 pilar budaya profetik yaitu liberasi, humanisasi, dan transendensi yang merupakan tiga dalam pengertian utuh mewujudkan filsafat dan budaya profetik.
Tradisi merupakan suatu hal yang dapat dijadikan sebagai dasar dari pendidikan profetik. Tradisi merupakan satu aspek subjektif dari budaya yang tampak dalam kebiasaan dalam bertingkah laku dan sikap masyarakat. Tradisi Islam yang telah melekat pada bangsa ini sendiri ada tiga macam yaitu tradisi Islam Santri, tradisi Islam Jawa dan tradisi Islam Konvergensi.
Tujuan pendidikan profetik saesungguhnya tidak lepas dari prinsip-prinsip pendidikan yang bersumber nilai-nilai Al-Quran dan As-Sunnah Pendidikan yang berorientasi pada tugas dan vokasional lebih tepat apabila dipilih pendekatan tekhnologik, dari pada akademik, dan hmanistik begitu seterusnya. Pendidik membawa amanah Ilahiyah untuk mencerdaskan kehidupan umat membawanya lagi taat beribadah dan berkahlak mulia.
Umat secara umum menunjuk pada semua makhluk, dan secara ideal adalah komunitas social yang dinamis yang bergerak sesuai dengan orientasi dan visi yang jelas dibawah kepemimpinan yang bijaksana. Pendidikan profetik itu harus dibangun berdasarkan 4 (komunitas, visi dan arah tujuan, gerak dinamis atau program kerja dan terakhir adalah kepemimpinan) syarat 3 pilar (liberasi, humanisasi, dan transendensi).
Dalam konteks pendidikan profetik berdasarkan nilai tradisi islam dan jawa, karya tohari dapat diklasifikasi nilai edukasinya menjadi tiga yaitu pilar transendensi, pilar liberasi, pilar humanisasi.
konsekuensi psikologis dan sosiologis yang kemungkinan akan terjadi saat konsep pendidikan profetik sudah bisa dikembangkan dan diaplikasikan di lapangan. Implikasi aplikasi dan kontekstualisasi pendidikan profetik dalam bingkai karya sastra Tohari di antaranya adalah menjadikan tauhid sebagai landasan epistemologis, mengintegrasikan moral tuhan dan menginterkoneksikan Ilmu-Nya, pendidikan yang apresiatif terhadap local wisdom, tradisi berpikir dan kritik untuk Ilmu, Pendidikan yang Proaktif bukan Reaktif.
Buku Prophetic Education karya Dr. Moh. Roqib, M.Ag. ini memiliki nilai lebih dari segi bahasa yang mudah dipahami, runtutan pembahasan yang sistematis sesuai dengan kemampuan yang dimiliki, kajian pustaka yang cukup lengkap, serta merupakan tawaran berupa gagasan baru dalam dunia pendidikan meskipun akan sangat sulit mewujudkannya.
Disamping kelebihan yang dimiliki buku Prophetic Education karya Dr. Moh. Roqib, M.Ag. ini, buku ini juga tidak terlepas dari kekurangan yaitu buku ini terlalu mengacu pada karya Akhmad Tohari, karena judulnya adalah prophetic education seharusnya referensinya tidak hanya mengacu pada satu sumber dan tidak hanya menyajikan yang manis-manis saja, perlu adanya pembanding sumber tersebut sehingga pemikiran itu lebih diterima lagi.

SEJARAH DAN FILSAFAT IBNU RUSYD

SEJARAH DAN FILSAFAT IBNU RUSYD


PENDAHULUAN

Filsafat merupakan hasil daya upaya manusia dengan akal budinya untuk memahami dan memahami atau Mendalami secara radikal dan integral secara sistematis hakikat sarwa yang ada, yaitu hakikat tuhan, hakikat alam semesta, dan hakikat manusia serta sikap manusia sebagai konsekuensi dari paham tersebut.
Menurut Mustofa Abdur Razik  kata filsafat dikalangan umat islam adalah kata hikmah. Kata filsafat islam itu sendiri merupakan gabungan dari kata filsafat dan islam. Menurut beliau filsafat islam merupakan filsafat yang tumbuh dinegeri islam dan dibawah naungan negara islam, tanpa memandang agama dan bahasa-bahasa pemiliknya.
Diantara para filosof islam, ibnu rusyd merupakan salah satu filosof yang pemikiran-pemikirannya amat banyak dan beragam serta beliau juga termasuk ilmuwan yang produktif. Beliau merupakan filosof yang menganut aliran aristoteles. Gaya penuturan yang mencangkup komentar, koreksi dan opini sehingga karyanya lebih hidup dan tidak sekedar deskripsi belaka. Hal inilah yang membuat karya-karya beliau mempunyai nilai lebih dibandingkan dengan karya-karya filosof yang lain.
Untuk itulah penulis  menulis makalah ini yang dirasa menarik untuk dibahas.


PEMBAHASAN
  1. RIWAYAT HIDUP DAN KARYA-KARYANYA

1.       Riwayat Hidup

Nama asli dari ibnu Rusyd adalah Abu Al-walid Muhammad Ibnu Ahmad Ibnu Muhammad Ibnu Rusyd. Beliau dilahirkan di Cordova, Andalus pada tahun 510 H/1126 M, sekitar 15 tahun setelah wafatnya al-Ghozali. Orang barat lebih mengenal beliau dengan sebutan Averrois. Beliau berasal dari keluarga terhormat yang terkenal sebagai tokoh keilmuan. Kakek dan ayahnya mantan hakim di andalus
Ibnu Rusyd tumbuh dan hidup dalam keluarga yang besar sekali Ghirah-nya pada ilmu pengetahuan. Ketajaman berpikir dan kejeniusan otaknya menjadian ia dapat mewarisi sepenuhnya intelektualitas keluarganya dan berhasil menjadi seorang sarjana All-round yang menguasai berbagai disiplin ilmu, seperti hukum, filsafat, kedokteran, astronomi, sastra arab dan lainnya.
Ibnu rusyd lahir pada masa pemerintahan Al-Murafiah yang digulingkan oleh golongan Al-Muhadiah di Marrakusy pada tahun 542 H/1147 M, yang menaklukan Cordova setahun kemudian. Yang akhirnya diwariskan kepada tiga orang pewarisnya, dari golongan Al-Muhadiah, yaitu ‘abd Al-mu’min, Abu Ya’qub dan Abu Yusuf, yang diabdi oleh Ibnu rusyd.
Ketika Abu Ya’qub menjadi Amir,ia diperintahkan untuk menulis ulasan-ulasan mengenai buku-buku Aristoteles. Ia menggunakan kesempatan ini dengan sebaik-baiknya, dan mulai menulis ulasan-ulasan mengenai buku-buku Aristoteles, sehingga ia digelari “pengulas” (comentator) oleh Dante (1265-1321 M) dalam bukunya Divine Commedia (Komedi Ketuhanan).
Pada tahun 565 H/1169 M beliau diangkat menjadi hakim di Seville dan Cordova. Karena prestasinya yang luar biasa dalam ilmu hukum, pada tahun 1173 ia di promosikan menjadi ketua Mahkamah Agung, Qadhi al-Qudhat di cordova.
Ketika Ibnu Tufail (w.1185M) pensiun,Ibnu rusyd menggantikan sebagai dokter pribadi khalifah Abu Ya’qub di Marakis, tahun 1182 M. Tahun1185 M, beliau mengalami inkuisisi (al-mihan), karena pengaduan sekelompok fuqaha yang tidak menyukainya. Ibnu Rusyd dan para filosof lainnya akhirnya di asingkan ke Lucena, perkampungan yahudi dekat Cordova,dan semua filsafat karyanya dibakar kecuali yang bersifat ilmu pengetahuan murni (Sains), seperti kedokteran, matematika dan Astronomi.
Untunglah masa getir yang terjadi tidak berlangsung lama( satu tahun). Pada tahun 1197 M, khalifah mencabut hukumannya dan posisinya di rehabilitasi kembali. Akan tetapi, beliau kemudian meninggal pada tanggal 10 desember 1198 M/ 9 Shafar 595 H di Marakesh dalam usia 72 tahun.

2.       Karya-karyanya

Ibnu Rusyd merupakan seorang ilmuwan yang sangat produktif. Karyanya amat banyak dan beragam, mencapai 78 buah, mencakup soal filsafat, kedokteran, hukum, teologi Astronomi, sastra dan lainnya. Salah satu kelebihan karya tulisnya adalah gaya penuturan yang mencangkup komentar, koreksi dan opini sehingga karyanya lebih hidup dan tidak sekedar deskripsi belaka. Akan tetapi, karyanya sangat sulit ditemukan dan sekiranya ada sudah diterjemahkan ke dalam bahasa latin dan Hebrew (yahudi), bukan dalam bahasa aslinya.
Beberapa karya Ibnu rusyd yang masih dapat kita temukan adalah sebagai berikut:
·         Fashl al-Maqal fi ma bain al hikmat wa al-syari’ah min al ittishal, berisikan korelasi antara agama dan filsafat.
·         Al-kasyf’an manahij al ‘adillat fi ‘aqa’id al-millat, berisikan kritik terhadap metode para ahli ilmu kalam dan sufi.
·         Tahafut al-tahafut, berisikan kritikan terhadap karya al-ghozali yang berjudul Tahafut Al-Falasifat.
·         Bidayat Al-Mujtahid wa nihayat al-muqtashid, berisikan uraian-uraian di bidang fiqih.
  1. FILSAFAT IBNU RUSYD

1.    Pencarian tuhan

Dalam bukunya Tahafut al Tahafut dan Manahij al-Adillah, filsafat Ibnu Rusyd membahas tentang wujud Tuhan, sifat-sifat-Nya dan hubungan-Nya dengan alam. Ibnu Rusyd meneliti berbagai golongan yang timbul dalam islam, diantaranya Asy’ariyah, Mu’tazilah, Batiniyah, Hasyawiyah dan Sufi. Masing-masing golongan mempunyai kepercayaan yang berlainan tentang Tuhan, dan banyak memindahkan kata-kata Syara’ dari arti lahirnya pada takwilan-takwilan yang disesuaikan dengan kepercayaannya.
Menurut Hasyawiyah, jalan menuju tuhan adalah lewat pengajaran lesan bukan nalar. Maksudnya, untuk mengerti tuhan dicapai dengan mendengar informasi yang disampaikan Rasulullah SAW dan nalar tidak ada kaitannya dengan masalah ini. Sebaliknya kelompok Asy’ariyah percaya bahwa jalan menuju tuhan adalah lewat rasio.
Menurut Ibnu Rusyd, metode yang disampaikan kelompok Hasyawiyah bertentangan dengan ajaran teks suci yang banyak memerintahkan manusia untuk beriman berdasarkan bukti-bukti rasional, sedang pemikiran Asy’ariyah tidak bisa diikuti masyarakat kebanyakan (awam) disamping argumennya tidak kukuh dan tidak meyakinkan. Kelemahan yang sama juga terjadi pada kaum sufi, disamping metodenya menghapuskan kegiatan spekulasi yang diperintahkan dalam teks suci (Al-Qur’an). Pada kelompok Mu’tazilah, hal yang hampir serupa dengan kelompok Asy’ariyah karena tidak adanya kitab-kitab pendukung argumennya.
a). Wujud Tuhan
Dalam Fashl al maqal, Ibnu Rusyd menyatakan bahwa mengenal pencipta itu hanya mungkin dengan mempelajari alam wujud yang diciptakan-Nya, untuk dijadikan petunjuk bagi adanya pencipta itu. Allah memberikan dua dalil dalam kitab-Nya, yang diringkas oleh Ibnu Rusyd sebagai:
1)      Dalil Inayat
Ayat-ayat yang mewujudkan dalil inayat adalah seperti: “Dan bukankah kami telah menjadikan bumi itu sebagai hamparan dan gunung-gunung sebagai pasak”(Q.S An-Naba: 6-7)
Dalam dalil ini, menyatakan bahwa tata kehidupan semesta ini, pergantian siang dan malam,adanya bintang dan tumbuhan, ternyata sesuai dengan kebutuhan dan kehidupan manusia. Ini tentu tidak terjadi secara kebetulan karena tidak terjadi hanya beberapa kali tapi secara konstan, sehingga pasti ada yang mengendalikan dan mengaturnya, ada yang merencanakan secara detail dan mewujudkannya demi kepentingan manusia.
2)      Dalil Ikhtira’



                     
Ayat-ayat yang mewujudkan dalil ikhtira’ adalah seperti: “sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat menciptakan seekor lalat-pun, walaupun mereka bersatu untuk menciptakannya”(Q.S Al-Hajj: 73).
Dalil Ikhtira menyatakan bahwa semesta yang rapi dan teratur ini tidak mungkin muncul dengan sendirinya tetapi pasti ada yang menciptakan. Begitu seterusnya sampai pada pencipta terakhir yang tidak tercipta.
b). Pengetahuan Tuhan Tentang Juziyyat
Imam Ghozali dalam bukunya Tahafut al Falasifah telah menyatakan kekafiran pada para filosuf  disebabkan tiga halyaitu adanya keyakinan mereka bahwa Alam adalah Qadim (ada tempat permulaan), Allah tidak mengetahui segi-segi bagian (juziyyat) dan interpretasi mereka tentang kebangkitan jasmani (dari kubur) serta kehidupannya sesudah mati.
Ibnu Rusyd berkomentar: yang nampak secara lahir daria apa yang dikatakannya (Al-Ghozali) bahwa pengkafiran terhadap para filosuf itu tidaklah defintif, sebab ia menjelaskan dalam At tafriyah bahwa mengkafirkan orang lain karena telah melanggar ijma hanya mengandung sifat tentitif belaka.
Anggapan Al-Ghozali bahwa para filosuf berpendapat bahwa Alloh SWT sama sekali tidak mengetahui Juziyyat (segi-segi bagian yang terjadi di dunia) dalah keliru. Karena sesungguhnya para filosuf berpendapat bahwa Allah SWT mengetahui juziyyat hanya saja dengan cara yang berbeda dengan cara kita mengetahui juziyyat.

2.     Qadimnya Alam

Menurut Ibnu Rusyd, Al-Ghozali keliru menarik kesimpulan bahwa tidak ada seorang filosof muslimpun yang berpendapat bahwa qadimnya alam sama dengan qadim-Nya Alloh SWT,tetapi yang mereka maksudkan adalah yang ada berubah menjadi ada dalam bentuk lain. Karena penciptaan dari tiada (Al-‘adam), menurut filosof muslim adalah suatu yang mustahil dan tidak mungkin terjadi. Dari tidak ada (nihil yang kosong) tidak bisa terjadi sesuatu. Oleh karena itulah, materi asal alam ini mesti qadim.
Kelihatannya, menurut pemikiran Al-Ghozali, pada saat Alloh menciptakan alam, yang ada hanyalah Alloh SWT sendiri, dan tidak ada sesuatupun selain-Nya. Sementara itu menurut pemikiran para filosof muslim, di kala Alloh menciptakan alam sudah ada sesuatu selain Alloh. Dari sesuatu yang ada itulah Alloh menciptakan alam.
Untuk mendukung pendapatnya, Ibnu Rusyd mengemukakan Sejumlah ayat Al-Qur’an: QS al-Anbiya’ ayat 30, Hud ayat 7, Fushshilat ayat 11 dan al-Mu’minun ayat 12-14.
a). Azalinya Gerakan
Dari segi gerakan dan kesucian gerakan, wujud dapat dibagi menjadi dua yaitu: wujud yang mesti adanya(wajibul wujub/sebab dari semua sebab), yang mustahil mengalami gerakan yang menghendaki adanya perubahan dan yang berarti terbatas dan menjadi alam mungkin dan ketidak terbatasannya. Sedang wujud yang lain adalah wujud yang selain dari wujud pertama dan wujud yang kedua ini pasti mempunyai gerak yang azali, maka zaman berarti tidak ada, baik masa lampau, masa kini ataupun di masa yang akan datang, karena tiap-tiap bagian didahului apa yang menjadi dasar dan sumbernya serta mendahului apa yang timbul keluar darinya. Dari keadaan pertama terjadilah masa lampau dan dari keadaan kedua terjadilah masa mendatang, sebab merupakan bagian dari gerakan alam itu sendiri.
b). Alam Adalah Qadim dan Hadits
Ibnu rusyd dalam memahami wujud alam apakah ia qadim atau baru?  Ia mengakui bahwa Tuhan adalah yang membuat alam, sebagaimana yang tercermin dalam tulisan-tulisannya.akan tetapi yang menjadi masalah adalah mendahuluinya zaman atas alam,ataukah zaman dan alam itu wujud bersama-sama. Bagi ibnu Rusyd bahwa alam ini adalah qadim, karena ia wujud dengan kemauan Tuhan, sedang kemauan-Nya tidak bisa ditolak dan tidak ada permulaanya.

3.     Kebangkitan Jasmani

Menurut Al-Ghozali, salah satu unsur yang menyebabkan orang menjadi kafir adalah karena mengingkari adanya kebangkitan jasmani di akhirat kelak. Hal ini banyak terjadi di kalangan filosuf.
Ibnu Rusyd menyangkal hal itu, karena kebangkitan jasmani telah tersiar kurang lebih seribu tahun yang lalu(dari masanya), sedang usia filsafat kurang dari masa itu, dimana orang yang pertama-tama mengatakan adanya kebangkitan jasmani ialah nabi-nabi bani Israel yang datang sesudah nabi Musa AS.
Islam dalam masalah kebangkitan jasmani di akhirat lebih banyak mendorong kepada amalan-amalan utama. Oleh karena itu penggambaran terhadap kebangkitan jasmani itu dengan gambaran-gambaran materiil lebih baik daripada penggambaran-penggambaran rohani seperti yang digambarkan syara’ bahwa surga diperuntukan orang-orang yang taqwa dengan sungai (telaga) yang mengalir dibawahnya. (QS. 17: 15; 55; 50; 66, 77: 41, 88: 12).
Menurut Ibnu Rusyd, apa yang dikemukakan Al-Ghozali dalam menangkis para filosof adalah baik sekali. Namun dalam tangkisan itu jiwa harus diperkirakan tidak mati (tetap hidup), seperti yang ditunjukan oleh dalil-dalil pikiran dan syara’. Juga harus diperkirakan bahwa yang akan kembali di akherat nanti adalah seperti perkara yang terdapat di dalam dunia bukan perkaranya itu sendiri, karena perkara yang telah hilang itu sendiri tidak akan kembali, seperti pendapat Al-Ghozali sendiri.

4.     Kerasulan Nabi

Menurut Ibnu Rusyd, kebenaran bahwa tuhan mengutus nabi bisa dibuktikan dengan dua hal
(1) bahwa rasul adalah manusia yang menjelaskan hukum-hukum lewat wahyu, bukan dengan belajar,
(2) bahwa orang yang mampu melaksanakan tugas seperti itu hanya seorang rasul, seperti tugas seorang dokter adalah menyembuhkan orang sakit dan orang yang bisa menyembuhkan orang sakit adalah dokter.

KESIMPULAN

Berdasarkan materi yang telah disampaikan dapat diambil kesimpulan bahwa:
·                     Nama asli dari ibnu Rusyd adalah Abu Al-walid Muhammad Ibnu Ahmad Ibnu Muhammad Ibnu Rusyd. Beliau dilahirkan di Cordova, Andalus pada tahun 510 H/1126 M, beliau meninggal pada tanggal 10 desember 1198 M/ 9 Shafar 595 H di Marakesh dalam usia 72 tahun.
·                     Ibnu Rusyd merupakan seorang ilmuwan yang sangat produktif. Karyanya amat banyak dan beragam, mencapai 78 buah, mencakup soal filsafat, kedokteran, hukum, teologi Astronomi, sastra dan lainnya.
·                     Ibnu Rusyd menyatakan bahwa mengenal pencipta itu hanya mungkin dengan mempelajari alam wujud yang diciptakan-Nya, untuk dijadikan petunjuk bagi adanya pencipta itu.dalam hal ini beliau menggunakan dua dalil yaitu dalil Inayat dan dalil ikhtira’.
·                     Dalam berbagai hal tentang filsafat, ibnu Rusyd banyak sekali berbeda pendapat dengan para filosof seperti imam ghozali.
·                       . Bagi ibnu Rusyd bahwa alam ini adalah qadim, karena ia wujud dengan kemauan Tuhan, sedang kemauan-Nya tidak bisa ditolak dan tidak ada permulaanya.
·                     Islam dalam masalah kebangkitan jasmani di akhirat lebih banyak mendorong kepada amalan-amalan utama
·                     Menurut Ibnu Rusyd, kebenaran bahwa tuhan mengutus nabi bisa dibuktikan dengan dua hal yaitu bahwa rasul adalah manusia yang menjelaskan hukum-hukum lewat wahyu, bukan dengan belajar,dan bahwa orang yang mampu melaksanakan tugas seperti itu hanya seorang rasul, seperti tugas seorang dokter.



DAFTAR PUSTAKA

Mustofa, Drs. H.A.. Filsafat Islam. Bandung: CV Pustaka Setia, 2007.
Soleh , A. Khudori. Wacana Baru Filsafat Islam. Yogyakarta:CV Pustaka Pelajar, 2004.
‘imarah, Muhammad.. 45 tokoh pengukir sejarah, Solo: Era Intermedia, 2007.
Sirajudin, Zar.. Filsafat Islam: filosof dan filsafatnya. Jakarta: Rajawali Pers, 2009.



KEDUDUKAN HADITS SEBAGAI SUMBER AJARAN AGAMA ISLAM

KEDUDUKAN HADITS SEBAGAI SUMBER AJARAN AGAMA ISLAM



PENDAHULUAN


Hadits Rasulullah SAW merupakan penafsiran al-Qur’an dalam praktek atau penerapan ajaran islam yg secara factual dan ideal. Yang demikian ini, mengingat bahwa pribadi rasulullah SAW merupakan perwujudan dari Al-qur’an yang ditafsirkan untuk manusia,serta ajaran islam yang dijabarkan dalam kehidupan sehari-hari.
Dimasa rasulullah SAW masih hidup, para sahabat mengambil hukum-hukum islam (syari’at) dari Al-Qur’an yang mereka terima dan dijelaskan oleh rasulullah SAW.
Banyak hukum-hukum didalam AL-Quran yang diantaranya sulit dipahami atau dijalankan bila tidak diperoleh keterangan (penjelasan) yang diperoleh dari hadits Nabi SAW. Oleh sebab itu, para shahabat yang tidak memahami AL-Quran perlu kembali kepada Rasulullah SAW untuk memperoleh penjelasan yang diperlukan tentang ayat-ayat Al-Quran
Dan disini kami akan mencoba menelaah kedudukan as-sunah sebagai dasar landasan hukum islam dengan bukti_bukti yang ada dan kami peroleh dari sumber_sumber yang dapat di jadikan hujah kedudukan as-sunah sebagai sumber landasan hukum islam

PEMBAHASAN

A.    Kedudukan Hadis
      1.            Hadis Sumber Hukum Islam
Kedudukan sunnah dalam islam sebagai sumber hukum, para ulama juga telah bersepakat tentang dasar hukum islam adalah Al-Qur’an dan sunnah.dari segi urutan tingkatan dasar islam ini sunnah  menjadi dasar hukum islam ke dua setalah Al-Quran. Hal ini dapat di ambil karena beberapa alasan..
a.    fungsi sunah
1.      Memperkuat dan menetapkan hukum-hukum yang telah ditentukan oleh Al-Qur’an ( sebagai hayan taqrir ).
Dalam hal ini yang dimaksud dengan memperkuat dan menetapkan hokum yang telah ditentukan dalam al-qur’an yaitu Rasulullah tidak merubah akan tatanan maksud yang disampaikan oleh al-qur’an, dengan kata lain rasulullah hanya memperkuat tuturan kata-kata yang ditetapkan Allah SWT dalam al-qur’an, dengan maksud memahamkan umat manusia agar selalu menuju ke jalan-Nya.
2.      Memperjelas ayat-ayat Al-Qur’an yang bersifat mujmal serta seebagai tambahan terhadap Al-Qur’an.
Sunah berfungsi sebagai penjelas atau tambahan terhadap Al-Quran, oleh sebab itu sunnah diberi peringkat kedua setelah pihak yang dijelaskan teks Al-Qur`an sebagai pokok sedangkan sunnah sebagai penjelas yang dibangun karenanya. Dengan demikian uraian dalam sunnah berasal dari AL-Qur`an.

b.    Mayoritas Sunnah relative kebenarannya
Seluruh umat islam juga telah berkonsensus bahwa Al-Qur`an seluruhnya diriwayatkan secara muttawattir (para periwayat secara kolektif dalam segala tingkatan). Maka ia memberi faeda absolute kebenarannya dari Nabi, kemudian diantaranya ada yang memberi petunjuk makna secara tegas dan pasti dan secara relative petunjuknya. Sedangkan sunnah diantaranya ada yang muttawattir yang memberikan qath ats-tsubut, dan diantaranya bahkan yang mayoritas ahad (periwayatnya secara individual) memberikan faedah relative kebenarannya bahwa ia dari Nabi meskipun secara umum dapat dikatakan qath`I ats-tsubut. Keduanya meberikan dua faedah qath`I dan zhannj ats-tsubut Ad-dilalah. Tentunya tingkat sunnah yang sebagian besar memberikan faedah zhanni ats-tsubut dengan dua petunjuk tersebut, jatuh nomor dua setelah Al-Qur`n yang berfaedah qath`I Ats-tsubut dengan dua petunjuk pula.
Sunnah sebagai sumber hukum Islam kedua yakni setelah Al-Qur`an selalu berintegrasi dengan Al-Qur`an. Beragama tidak mungkin bisa sempurna tanpa sunnah sebagaimana syari`ah tidak mungkin sempurna tanpa didasarkan kepada sunnah itu. Para shahabat menerima langsung penjelasan Nabi tentang syari`ah yang terkandung dalam AL-`Qur`an baik dengan perkataan, perbuatan, dan ketetapan beliau yang disebut dengan sunnah itu. Demikian juga umat Islam setelahnya, tidak mungkin dapat memahami hakekat Al-Qur`an kecuali harus kembali kepada sunnah oleh karena itu, umat Islam dahulu dan sekarang sepakat ( kecuali kelompok minoritas) bahwa sunnah rasul baik berupa perkataan, perbuatan, dan pengakuannya sebagal salah satu sumber hukum Islam dan seseorang tidak bisa melepaskan sunnah untuk mengetahui halal dan haram

      2.            Dalil-dalil kehujahan hadis
Ada beberap dalil yang menunjukkan atas kehujjahan sunnah dijadikan sebagai sumber hukum Islam, yaitu sebagi berikut:
a.  Dalil Al-Qur`an
Banyak sekali ayat-ayat Al-Qur`an perintah patuh kepada Rasul dan mengiktui sunnahnya perintah patuh kepada rasul berarti perintah mengikuti sunnah sebagai hujjah. Antara lain:
1.            konsekuensi iman kepada Allah adalah taat kepada-Nya, sebagai mana firman Allah dalam  surat Ali Imron 179
$¨B tb%x. ª!$# uxuŠÏ9 tûüÏZÏB÷sßJø9$# 4n?tã !$tB öNçFRr& Ïmøn=tã 4Ó®Lym uÏJtƒ y]ŠÎ7sƒø:$# z`ÏB É=Íh©Ü9$# 3 $tBur tb%x. ª!$# öNä3yèÎ=ôÜãŠÏ9 n?tã É=øtóø9$# £`Å3»s9ur ©!$# ÓÉ<tGøgs `ÏB ¾Ï&Î#ß `tB âä!$t±o ( (#qãYÏB$t«sù «!$$Î/ ¾Ï&Î#ßâur 4 bÎ)ur (#qãYÏB÷sè? (#qà)­Gs?ur öNä3n=sù íô_r& ÒOŠÏàtã ÇÊÐÒÈ    
Artinya: “ Allah sekali-kali tidak akan membiarkan orang-orang yang beriman dalam keadaan kamu sekarang ini, sehingga dia menyisihkan yang buruk (munafik) dari yang baik (mukmin). dan Allah sekali-kali tidak akan memperlihatkan kepada kamu hal-hal yang ghaib, akan tetapi Allah memilih siapa yang dikehendaki-Nya di antara rasul-rasul-Nya. Karena itu berimanlah kepada Allah dan rasul-rasulNya; dan jika kamu beriman dan bertakwa, Maka bagimu pahala yang besar.”
Beriman kepada rasul berarti taat kepada apa yang disampaikan kepada umatnya baik Al-Quran maupun hadits yang dibawanya

2.           Perintah beriman kepada Rasul dibarengkan dengan beriman kepada Allah, sebagaimana dalama surat An-Nisa 136
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä (#qãYÏB#uä «!$$Î/ ¾Ï&Î!qßuur É=»tFÅ3ø9$#ur Ï%©!$# tA¨tR 4n?tã ¾Ï&Î!qßu É=»tFÅ6ø9$#ur üÏ%©!$# tAtRr& `ÏB ã@ö6s% 4 `tBur öàÿõ3tƒ «!$$Î/ ¾ÏmÏFs3Í´¯»n=tBur ¾ÏmÎ7çFä.ur ¾Ï&Î#ßâur ÏQöquø9$#ur ̍ÅzFy$# ôs)sù ¨@|Ê Kx»n=|Ê #´Ïèt/ ÇÊÌÏÈ       
 “ Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan rasul-Nya dan kepada Kitab yang Allah turunkan kepada rasul-Nya serta Kitab yang Allah turunkan sebelumnya. barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari Kemudian, Maka Sesungguhnya orang itu Telah sesat sejauh-jauhnya.”

3.            Kewajiban taat kepada Rasul karena menyambut perintah Allah, sebagaimana dalam surat An-Nisa 64
!$tBur $uZù=yör& `ÏB @Aqߧ žwÎ) tí$sÜãÏ9 ÂcøŒÎ*Î/ «!$# 4 öqs9ur öNßg¯Rr& ŒÎ) (#þqßJn=¤ß öNßg|¡àÿRr& x8râä!$y_ (#rãxÿøótGó$$sù ©!$# txÿøótGó$#ur ÞOßgs9 ãAqߧ9$# (#rßy`uqs9 ©!$# $\/#§qs? $VJŠÏm§ ÇÏÍÈ    
Dan kami tidak mengutus seseorang Rasul melainkan untuk ditaati dengan seizin Allah. Sesungguhnya Jikalau mereka ketika menganiaya dirinya[313] datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan rasulpun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.”

4.            Perintah taat kepada Rasul bersama perintah taat kepada Allah, sebagaimana dalam surat Ali Imran 32
ö@è% (#qãèÏÛr& ©!$# š^qߧ9$#ur ( bÎ*sù (#öq©9uqs? ¨bÎ*sù ©!$# Ÿw =Ïtä tûï͍Ïÿ»s3ø9$# ÇÌËÈ    
“katakanlah: taatilah Allah dan Rasul-Nya, jika kamu berpaling maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir”.

5.           Perintah taat kepada rasul secara khusus sebagaimana didalam surat Al-Hasyr 7
!$¨B uä!$sùr& ª!$# 4n?tã ¾Ï&Î!qßu ô`ÏB È@÷dr& 3tà)ø9$# ¬Tsù ÉAqߧ=Ï9ur Ï%Î!ur 4n1öà)ø9$# 4yJ»tGuŠø9$#ur ÈûüÅ3»|¡yJø9$#ur Èûøó$#ur È@Î6¡¡9$# ös1 Ÿw tbqä3tƒ P's!rߊ tû÷üt/ Ïä!$uŠÏYøîF{$# öNä3ZÏB 4 !$tBur ãNä39s?#uä ãAqߧ9$# çnräãsù $tBur öNä39pktX çm÷Ytã (#qßgtFR$$sù 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# ( ¨bÎ) ©!$# ߃Ïx© É>$s)Ïèø9$# ÇÐÈ  
“ Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu. apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.”


Beberapa ayat diatas secara eksplisit perintah taat kepada Allah dan mengikuti Rasul, manusia tidak mungkin bisa mengikuti jejak Rasul  tanpa mngetahui sunnahnya. Diantara ayat tersebut menjelaskan perintah beriman dan taat kepada rasul. Setelah perintah taat kepada Allah, menunjukkan bahwa taat kepada Allah berarti melaksanakan perintah-perintah Al-Qur`an dan menjauhkan larangannya. Sedang taat kepada Rasul berarti taat kepada perintah dan menjauhkan larangannya yang disebutkan dalam sunnah dan Al-Quran. Perintah  kembali kepada Allah berarti kembali kepada Al-Qur`an, sedangkan kembali kepada Rasul berarti kembali kepada Sunnah baik ketika masih hidup maupun  setelah wafatnya.

b.     Dalil Hadits
Hadits yang dijadikan dalil kehujjahan Sunnah juga banyak sekali. Diantaranya sebagaimana sabda Nabi SAW:
“aku tinggalkan pada kalian dua perkara, kalian tidak akan sesat selama berpegang teguh kepada keduanya yaitu kitab Allah dan Sunnahku.(HR. Al Hakim dan Malik)”
Hadits diatas menjelaskan bahwa seseorang tidak akan sesat selamanya apabila hidupnya berpegang teguh atau berpedoman kepada Al-Qur`an dan Sunnah. Orang yang tidak berpegang teguh pada keduanya atau tidak mengikuti Sunnah berarti sesat. Nabi tidak pernah memerintahkan kecuali dengan diperintah Allah dan siapa yang taat kepada Nabi berarti ia taat kepada dzat yang memerintahkan kepadanya untuk melaksanakan perintah itu.
Kehujjahan Sunnah sebagai konsekuensi ke-mashum-an (terpelihara ) Nabi SAW dari sifat bohong dari segala apa yang beliau sampaikan baik berupa perkataan perbuatan dan ketetapannya. Kebenaran Al-Qur`an sebagai mukjizat disampaikan oleh Sunnah. Demikian juga kebenaran pemahaman Al-Quran juga dijelaskan oleh Sunnah dalam praktek hidup beliau oleh karena itu jika sunnah tidak dapat dijadikan hujjah, Al-Quran yang sebagai efek produknya akan dipertanyakan kehujjahannya.

c.     Ijma para Ulama
Para ulama telah sepakat (consensus) bahwa sunnah sebagai salah satu hujjah dalam hukum Islam setelah Al-Quran. Asy-Syafi`I (wafat 204 H) mengatakan: “aku tidak mendengar seseorang  yang  dinilai manusia atau oleh diri sendiri sebagai orang alim yang menyalahi kewajiban Allah SWT untuk mengikuti Rasul SAW dan berserah diri atau keputusannya. Kalo tidak menjadikan orang setelahnya kecuali agar mengikutinya. Tidaka ada perkataan dalam segala kondisi kecuali berdasarkan kitab Allah atau Sunnah Rasul-Nya. Dasar lain selain dua dasar tersebut harus mengikutinya. Sesungguhnya Allah telah memfardhukan kita, orang-orang sebelum dan sesudah kita dalam menerima khabar dari Rasul SAW. Tidak ada seorangpunyang bebeda bahwa yang fardhu dan yang wajib adalah menerima khabar dari Rasululah SAW”.
Demikian juga ulama lain, seperti As-Suyuthi (W.911 H) berpendapat bahwa orang yang mengingkari kehujjahan hadits Nabi baik perkataan dan perbuatannya yang memenuhi syarat-syarat yang jelas dalam ilmu ushul adalah kafir, keluar dari Islam dan digiring bersama orang Yahudi dan Nasrani atau bersama orang yang dikehendaki Allah dari pada kelompok orang-orang kafir. Asy-Syaukani (W.1250) juga mempertegas bahwa para Ulama sepakat atas kehujjahan Sunnah secara mandiri sebagai sumber hukum Islam seperti Al-Quran dalam menghalalkan yang halal dan mengharamkan yang haram. Kehujjahan dan kemandiriannya sebagai sumber hukum Islam merupakan keharusan (dharuri) dalam beragama. Orang yang menyalahinya tidak ada bagian dalam beragama Islam. Para ulama dahulu dan sekarang sepakat bahwa sunnah menjadi dasar kedua setelah Al-Quran fuqaha Shahabat. Selalu bereferensi pada sunnah dalam menjelaskan Al-Quran dan dalam beristinbath hukum yang tidak didapati dalam Al-Quran.




















KESIMPULAN


Dari pembahasan diatas kiranya dapat ditarik kesimpulan bahwasannya as_sunah dalam kedudukan sumber hukum islam menduduki peringkat kedua setelah Al_Qur”an yang mana hal itu dapat di jadikan hujah terkuat setelah Al_Qur”an dan dengan bukti_bukti bahwa as_sunah merupakan sumber hukum kedua setelah Al_Qur:an dapat kita ketahui sebagai berikut
1)      Para ulama sepakat bahwa Sunnah sebagai hujjah, semua ummat Islam menerima dan mengikutinya, kecuali sekelompok minoritas orang.
2)      Sunnah memiliki beberapa fungsi diantaranya
§  Memperkuat dan menetapkan hukum-hukum yang telah ditentukan oleh Al-Qur’an ( sebagai hayan taqrir ).
§  Memperjelas ayat-ayat Al-Qur’an yang bersifat mujmal serta seebagai tambahan terhadap Al-Qur’an.
3)      Kehujjahan Sunnah bedasarkan dalil-dalil yang qath`I (pasti), baik dari ayat-ayat Al-Quran atau hadits Nabi dan atau rasio yang sehat maka bagi yang menolaknya dihukumi murtad.
4)      Sunnah yang dijadikan hujjah tentunya sunnah yang telah memenuhi persyaratan shahih, baik mutawatir atau ahad.
      Dari pemaparan bukti_bukti atau alasan_alasan di atas jelaslah bahwa as_sunah dapat di terima oleh umat islam seluruhnya sebagai sumber hukum islam kedua setelah Al_Qur”an








DAFTAR PUSTAKA
Drs.H.Muhamad Ahmad – Drs. M. Mudzakir, Ulumul hadits , CV. Pustaka setia, Bandung, 2000.
Prof.DR. H. Rachmat Syafe”i, M. A., CV. PUSTAKA SETIA,Lingkar Selatan,Jawa Barat,1999
Al-Qur”an dan terjemahannya,Depag RI ,Jakarta,
Abi Ishaq Asy-syathibi, Al-muafaqat
Al-kurthubi, Al-Jami” li Ahkam