Pengembangan Maharātul Kalām
1.
Pengertian Pengembangan Maharātul Kalām
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
KBBI (2007: 538) pengembangan berasal dari kata “kembang” yang ditambahi dengan
awalan “pe” dan akhiran “an” menjadi pengembangan, yaitu proses, cara,
perbuatan mengembangkan. Sedangkan pengertian mengembangkan itu sendiri adalah
menjadikan maju, baik dan sempurna.
Menurut Acep Hermawan (2011: 135),
keterampilan berbicara (Maharātul Kalām) adalah kemampuan ungkapan
bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan pikiran berupa ide,
pendapat, keinginan atau perasaan kapada mitra bicara.
Dari kedua
pengertian tersebut diatas maka dapat dipahami bahwa pengembangan Maharātul
Kalām adalah proses atau cara untuk menjadikan kemampuan
mengungkapkan/mengekspresikan pikiran seseorang dengan suatu bahasa kepada
mitra bicara agar lebih baik dari yang
sebelumnya. Ketrampilan berbicara pada hakikatnya merupakan ketrampilan
memproduksi arus sistem bunyi artikulasi untuk menyampaikan kehendak, kebutuhan
perasaan, dan keinginan kepada orang lain (Iskandarwassid dan Dadang Suhendar,
2008: 241). Dalam hal ini, kelengkapan alat ucap seseorang merupakan
persyaratan alamiah yang memungkinkannya untuk memproduksi suatu ragam yang
luas bunyi artikulasi, tekanan, nada, kesenyapan dan lagu bicara.
Berbicara mengenai kemahiran berbicara
(Maharātul Kalām), Maharātul Kalām merupakan salah satu keterampilan
berbahasa. Keterampilan berbahasa terbagi menjadi empat, yakni kemahiran
menyimak (Maharātul istima’), kemahiran
berbicara (Maharātul kalām), kemahiran
membaca (Maharātul qirā’ah), dan kemahiran menulis (Maharātul
kitābah). Banyak pembelajar bahasa menganggap ketrampilan berbicara (Maharātul
Kalām) sebagai pengukur pengetahuan tentang sebuah bahasa. Pembelajar
semacam ini mengartikan kelancaran sebagai kemampuan untuk berhubungan dengan
orang lain lebih berarti dari pada ketrampilan membaca, menulis atau memahami
bahasa lisan (Istima’). Mereka
menganggap berbicara sebagai ketrampilan paling penting yang perlu mereka
kuasai, dan mereka menganggap kemajuan mereka dilihat dari usaha mereka dalam
berdialog.
David Nunan sebagaimana yang dikutip
oleh Rina Sari (2007: 86) mengatakan pembelajar bahasa perlu menyadari bahwa
ketrampilan berbicara melibatkan tiga bidang ilmu pengetahuan:
a.
Mekanik (pengucapan, tata
bahasa dan kosa kata): penggunaan kata-kata yang sesuai dengan susunan dan
pengucapan yang benar.
b.
Fungsi (transaksi dan interaksi): mengetahui kapan pesan yang jelas
diperlukan (transaksi/pertukaran informasi) dan kapan pemahaman yang tepat
tidak diperlukan (interaksi/membangun hubungan).
c.
Norma dan aturan sosial-budaya (pengalihan pembicara, kecepatan
berbicara, lamanya berhenti antara pembicara, peran aktif pembicara): pemahaman
tentang siapa yang berbicara kepada siapa, dalam situasi yang bagaimana,
tentang apa dan untuk apa.
Suja’i (2008: 72) berpendapat bahwa
dalam kegiatan Maharātul Kalām ada
beberapa faktor yang bisa mendukungnya, yakni:
a.
Mufradat yang merupakan kunci utama dalam Maharātul Kalām. Untuk menambahkan perbendaharaan mufradat
(kosa kata) yang sebanyak-banyaknya dapat dilakukan dengan cara sebagai
berikut:
a)
Menghafalkan kata dalam kamus sebanyak-banyaknya.
b)
Membaca buku atau sejenisnya.
c)
Bertanya kepada teman.
Sedangkan
upaya untuk mempertahankan eksistensi mufradat yang telah dihafalkan dapat dilakukan dengan:
1)
Mencatat dan menghafalkan sebanyak-banyaknya, pencatatan tersebut
dapat dilakukan pada kertas kecil berukuran 10x10 cm agar mudah dibawa kemana
saja, atau juga dapat ditulis dalam buku
khusus yang digunakan untuk mencatat mufradat.
2)
Mencatat tanpa menghafal. Pola ini
membutuhkan kebiasaan membuka dan melihat kata baru yang ditulis. Dengan
pengulangan melihat atau membaca kata-kata yang tertulis tersebut maka secara
lambat laun seseorang akan mengerti dan memahaminya.
3)
Menghafalkan saja. Pola menghafalkan kata
ini sangat tergantung pada kualitas dan kecerdasan seseorang. Menambah mufradat
dengan mengandalkan hafalan ini akan lebih bermakana jika dilakukan sampai
diluar kepala. Sebelum menambahkan mufradat yang baru perlu adanya
pemantapan terlebih dahulu terhadap mufradat yang sedang dihafalkan
(Suja’i, 2008: 66-67).
b.
Keberanian untuk mengucapkan meskipun
salah. Seringkali seseorang yang sedang mempelajari bahasa asing mereka takut
atau malu untuk mengucapkan kata atau kalimat jika salah dan tidak lancar.
c.
Teman atau lingkungan bahasa. Lingkungan
bahasa ini sangat membantu keberhasilan Maharātul Kalām karena kalām itu
membutuhkan teman atau lawan bicara.
2.
Tujuan Maharātul Kalām
Secara umum, keterampilan berbicara (maharātul
kalām) bertujuan agar para pelajar mampu berkomunikasi secara lisan dengan
baik dan wajar dengan bahasa yang mereka pelajari. Mereka berusaha untuk
menghindari kebingungan dalam menyampaikan pesan yang bisa disebabkan oleh
kesalahan pengucapan.
Henry Guntur Tarigan (2008: 16)
berpendapat dalam bukunya bahwa tujuan utama dari berbicara adalah untuk
berkomunikasi. Agar dapat menyampaikan pikiran secara efektif, seyogyanya si
pembicara memahami makna segala sesuatu yang ingin dikomunikasikan.
Lebih lanjut lagi, menurut Abu Bakar
yang sebagaimana dikutip oleh Ulin Nuha (2012: 99) tujuan dari ketrampilan atau
ketrampilan berbicara adalah sebagai berikut:
a.
Membiasakan para pelajar bercakap-cakap dengan bahasa yang fasih.
b.
Membiasakan para pelajar menyusun kalimat yang timbul dari dalam
hati dan perasaannya dengan kalimat yang benar dan jelas.
c.
Membiasakan para pelajar memilih kata dan kalimat, lalu menyusunnya
dalam bahasa yang indah, serta memperhatikan penggunaan kata pada tempatnya.
Furqanul Azies dan Chaedar Alwasilah
(2000: 93) dalam bukunya menyatakan bahwa proses belajar berbicara dalam bahasa
asing akan menjadi mudah jika pembelajar secara aktif terlibat dalam
upaya-upaya untuk berkomunikasi.
3.
Teknik Pengembangan Maharātul Kalām
Teknik merupakan suatu kiat, siasat
atau penemuan yang digunakan untuk menyelesaikan serta menyempurnakan suatu
tujuan langsung (Iskandarwassid dan Dadang Suhendar, 2008: 66).
Berbicara menggunakan bahasa asing
bukanlah hal yang mudah, sebagaimana jika berbicara menggunakan bahasa ibu.
Oleh karena itu, hendaknya dalam mengajarkan ketrampilan berbicara (mahārātul
kalām) perlu memperhatikan teknik pengajaran yang sesuai dengan kemampuan
peserta didik. Kemampuan berbicara seseorang dalam menggunakan bahasa asing,
termasuk bahasa Arab tidaklah sama. Ada yang mempunyai kemampuan berbahasa yang
sangat bagus, sedang, dan ada yang baru mulai belajar bahkan ada yang sama
sekali belum bisa. Oleh karena itu, dalam pembelajarannya hendaknya terdapat
beberapa teknik yang bisa dipakai oleh pemula, menengah dan tingkat tinggi
(ahli). Diantara teknik tersebut adalah sebagai berikut (Ulin Nuha, 2012:100):
a.
Tingkat pemula
Bagi tingkat pemula dapat
digunakan teknik ulang ucap, lihat ucap, permainan kaartu kata, wawancara,
permainan memori, reka cerita gambar, biografi, manajemen kelas, bermain peran,
permainan telepon dan permainan alphabet.
b.
Tingkat menengah
Untuk tingkat menengah dapat
digunakan teknik-teknik dramatisasi, elaborsi, reka cerita gambar, biografi,
permainan memori, wawancara, permainan kartu kata, diskusi, permainan telepon,
percakapan satu pihak, pidato pendek, melanjutkan cerita dan permainan
alphabet.
c.
Tingkat paling tinggi
Sedangkan tingkat paling tinggi
dapat digunakan teknik-teknik dramatisasi, elaborasi, reka cerita gambar,
biografi, permainan memori, diskusi, wawancara, pidato, melanjutkan cerita,
talk show, dan debat.
Teknik lain yang bisa digunakan dalam
pengembangan maharātul kalām diantaranya adalah teknik yang dikemukakan
oleh Acep Hermawan dalam bukunya Metode Pembelajaran Bahasa Arab. Menurut
Acep (2011: 136) untuk mencapai tahap kepandaian berkomunikasi diperlukan
aktivitas-aktivitas latihan yang mendukung. Aktivitas-aktivitas ini terbagi
menjadi dua kategori yaitu pra-komunikatif dan komunikatif.
a.
Latihan pra-komunikatif
Latihan pra-komunikatif tidak
berarti bahwa latihan-latihan yang dilakukan belum komunikatif, tetapi
dimaksudkan membekali para pelajar kemampuan-kemampuan dasar dalam berbicara
yang sangat diperlukan ketika terjun dilapangan.
Ada beberapa teknik yang mungkin dilakukan dalam
latihan pra-komunikatif, antara lain:
1)
Hapalan dialog (al-hif`zh ‘ala al-hiwar)
Teknik ini
merupakan latihan meniru dan menghafalkan dilog-dialog mengenai berbagai macam
situasi dan kesempatan. Melalui latihan ini para pelajar diharapkan bisa
mencapai kemahiran yang baik dalam percakapan yang dilakukan.
2)
Dialog melalui gambar (al-hiwar bil-shuwar)
Teknik ini
bertujuan agar para pelajar dapat memahami fakta melalui gambar yang
diungkapkan secara lisan. Guru dalam hal ini membawa gambar-gambar dan
menunjukkan satu persatu kepada para pelajar sambil bertanya kemudian peserta
didik menjawab sesuai dengan gambar yang ditunjukkan. Contoh:
Jawaban
|
Pertanyaan
|
- هذا قلم
- مرسمة
- ذلك مكتب
- تلك كرّاسة
|
+ما هذا؟
+ما هذه؟
+ما ذلك؟
+ما تلك؟
|
3)
Dialog terpimpin (al-hiwar al-muwajjah)
Teknik ini
diberikan agar para pelajar mampu melengkapi pembicaraan sesuai dengan situasi
tertentu yang dilatihkan. Guru memberikan contoh tanya jawab dalam bahasa Arab.
Dalam tanya jawab ini dikemukakan contoh cara merespon atau menjawab, setelah
itu guru memberikan kalimat kepada para
pelajar untuk direspon sebagaimana contoh. Misalnya:
Jawaban
|
Pertanyaan
|
- أنا أيضا أريد أن أذهب الى السينما مساء
- لن أذهب
اليه, عندي واجبات منزلية كثيرة
|
+ اريد أن أذهب الى
السينما,وأنت؟
|
4)
Dramatisasi tindakan (al-tamtsil al-suluki)
Para pelajar
diharapkan dapat mengungkapkan suatu aktivitas secara lisan. Pada dramatisasi
tindakan ini guru melakukan tindakan tertentu seperti tersenyum, tertawa,
duduk, dan sebagainya sambil bertanya kepada peserta didik. Contoh:
Jawaban
|
Pertanyaan
|
- أنت تبسم
- أنت تضحك
- أنت تجلس على الكرسي
|
+ ماذا أعمال؟
|
5)
Teknik praktek pola (tathbiq al-namadzij)
Praktek pola
merupakan bentuk latihan praktek penyempurnaan kalimat tertentu yang didahului
oleh soal-soal yang tidak lengkap, acak, atau penambahan yang sudah lengkap.
Contoh:
Kata-kata tersusun
|
Kata-kata tak tersusun
|
هل يتعلم مروان فى هذه المدرسة, يا سليم؟
|
المدرسة؟ - مروان – يتعلم – يا – هل – هذا – فى - سليم
|
b.
Latihan komunikatif
Latihan komunikatif adalah
latihan yang lebih mengandalkan kreativitas para pelajar dalam melakukan
latihan. Beberapa teknik/aktivitas yang mungkin dilakukan dalam latihan
komunikatif, antara lain:
1)
Percakapan kelompok (al-hiwar al-jama’i)
Pada latihan
ini para pelajar dibagi menjadi beberapa kelompok. Setiap kelomok diberi judul
cerita yang sederhana dan diperkenankan untuk berunding terlebih dahulu dengan
teman-teman sekelompoknya sebelum latihan. Para pelajar bergantian mengatakan
sesuatu dengan teman sekelompoknya sehingga terbentuk sebuah cerita. Semua
kegiatan percakapan ini direkam sehingga dapat didengarkan lagi. Setelah
kegiatan selesai, rekaman selanjutnya diputar kembali untuk didiskusikan dengan
para pelajar, baik mengenai isi, pola, intonasi dan sebagainya.
2)
Bermain peran (al-tamtsil)
Para pelajar
diberi peran tertentu yang harus dilakukan sesuai dengan tingkat penguasaan
bahasa para pelajar. Peran yang diberikan kepada tingkat pemula tidak sama
dengan yang diberikan kepada tingkat menengah. Teknik ini sangat berguna dalam
melatih prilaku berbahasa.
3)
Praktek ungkapan sosial (tathbiq al-ta’birat al-ijtima’iyyah)
Yang dimaksud
dengan ungkapan sosial pada latihan ini yaitu prilaku-prilaku sosial ketika
berkomunikasi yang diungkapkan secara lisan, misalnya memberi hormat
mengungkapkan rasa kagum, gembira ucapan selamat dan sebagainya. Pola-pola
ungkapan ini dipraktekkan dalam rangkaian pembicaraan pada situasi-situasi
tertentu. Pola-pola ungkapan yang biasanya digunakan misalnya:
(alangkah
indahnya lukisan ini !) ما
أجمل هذه الصورة !
(semoga engkau
berhasil) أتمنى
لك النجاح
4)
Praktek lapangan (al-mumarasah fi al-mujtama’)
Pada praktek
ini para pelajar terjun langsung berkomunikasi dengan penutur asli diluar
kelas.
5)
Problem solving (hill al-musykilat)
Problem solving
atau pemecahan masalah biasanya dilakukan dalam bentuk diskusi. Aktivitas ini
bertujuan untuk memecahkan suatu masaah yang dihadapi atau mengadakan sebuah
kesepakatan tentang suatu rencana. Berdiskusi lebih tinggi tingkat kesulitannya
dibandingkan dengan hiwar, sebab
berdiskusi sudah melibatkan kemampuan menganalisa, menilai, menyimpulkan fakta.
Dalam sekelas para pelajar dibagi kedalam beberapa kelompok, masing-masing
kelompok memilki ketua. Setiap kelompok harus berdiskusi tentang tema itu
dengan bahasa Arab. Setiap pelajar dalam kelompok harus memberikan saran, yang
kemudian ditulis oleh ketuanya.
Sedikit berbeda dengan model latihan
berbicara yang dikembangkan oleh Ahmad Fuad Effendy (2008: 141-150) yang antara
lain adalah sebagai berikut:
1.
Latihan asosiasi dan identifikasi
Latihan ini dimaksudkan untuk
melatih spontanitas siswa dan kecepatannya dalam mengidentifikasi dan
mengasosiasikan makna ujaran yang didengarnya. Bentuk latihannya antara lain:
a.
Guru menyebut satu kata dan siswa menyebut kata lain yang ada
hubungannya dengan kata tersebut. Contoh:
Guru
|
Siswa
|
رأس
قميص
رزّ
|
شعر
ثوب
فلاّح
|
b.
Guru menyebut satu kata, siswa menyebut kata lain yang tidak ada
hubungannya dengan kata tersebut. Contoh:
Guru
|
Siswa
|
حصان
حذاء
قلم
|
زهرة
موز
فأس
|
c.
Guru menyebut satu kata benda (isim), siswa menyebut kata
sifat yang sesuai. Contoh:
Guru
|
Siswa
|
تلميذ
شعر
|
نشيط
طويل
|
d.
Guru menyebut satu kata kerja (fi’il), siswa menyebut pelaku
(fa’il)nya yang cocok. Contoh:
Guru
|
Siswa
|
صلّى
ربح
|
المسلم
التاجر
|
e.
Guru menulis di papan tulis beberapa kategori/jenis benda, siswa
diminta mengingatnya. Beberapa saat kemudian tulisan dihapus. Kemudian guru
menyebut satu kata benda dan siswa menyebutkan jenis benda tersebut. Contoh:
- jenis-jenis benda: فاكهة – طعام – زهر – شراب
Guru
|
Siswa
|
لبن
خبز
|
شراب
طعام
|
2.
Latihan percakapan
Latihan percakapan ini tidak
hanya aspek-aspek bahasanya saja yang diajarkan, tetapi juga aspek-aspek sosial
budaya seperti sopan santun, gerak-gerik, bahasa tubuh dan perilaku dalm
bercakap-cakap. Banyak teknik dan model latihan percakapan yang telah
dikembangkan oleh para pangajar bahasa. Beberapa contoh model latihan
percakapan:
a.
Tanya jawab
Guru mengajukan
satu pertanyaan, siswa 1 menjawab dengan satu kalimat kemudian siswa 1
bertanya, siswa 2 menjawab. Kemudian siswa 2 bertanya siswa 3 menjawab,
demikian seterusnya sampai semua siswa mendapat gilirannya. Contoh:
المدرس : الى أين ذهبت
البارحة يا أحمد؟
أحمد : ذهبت البارجة
الى المسجد. الى أين ذهبت البارحة يا أمين؟
أمين : ذهبت البارجة
الى السينما. الى أين ذهبت البارحة يا نبيلة؟
نيلة : أنا في البيت فقط.
b.
Menghafal model dialog
Guru memberikan
suatu model dialog secara tertulis untuk dihafalkan oleh siswa dirumah
masing-masing. Pada minggu berikutnya secara berpasangan mereka diminta tampil
dimuka kelas untuk meragakan dan mendramatisasikan dialog tersebut.
c.
Percakapan terpimpin
Didalam
percakapan terpimpin, guru menentukan situasi atau konteks atau munasabahnya.
Siswa diharapkan mengembangkan imajinasinya sendiri dalam percakapan dengan
lawan bicaranya sesuai dengan munasabah yang telah ditentukan. Contoh:
جاءك صديق حميم لك يطلب منك أن تعيره مبلغا من النقود ليشتري به
أدويّة. ولكنك لسوءالحظ مفلس لأن حوالتك لم تأت بعد, فتعرض له أن يبيع ساعتك
اليدوية ويشتري بثمنها الأدوية التي يجتاج
اليها, ولكنه رفض وشكرا لك, وقال انه سيبيع بعض ثيابه البالية.
(Seorang teman akrab datang kepadamu meminjam uang untuk membeli
obat. Sayangnya kamu sendiir sedang tidak punya uang karena kiriman belum
datang. Lantas kamu menawarkan kepadanya jam tanganmu untuk dijual guna membeli
obat yang diperlukannya. Tapi dia menolak dan berterima kasih kepadamu. Dia akan
menjual beberapa helai pakaiannya sendiri untuk membeli obat).
d.
Percakapan bebas
Pada latihan
ini guru hanya menetapkan topik pembicaraan. Siswa diberi kesempatan melakukan
percakapan mengenai topik tersebut secara bebas. Siswa dibagi menjadi beberapa
kelompok yang masing-masing kelompok beranggotakan 4-5 orang, agar siswa
mempunyai kesempatan yang cukup untuk berlatih.
3.
Bercerita
Bercerita mungkin salah satu
kegiatan yang menyenangkan. Tapi bagi yang mendapatkan tugas bercerita,
kadangkala merupakan siksaan karena tidak punya gambaran apa yang akan
diceritakan. Oleh karena itu guru hendaknya membantu siswa dalam menemukan
topik cerita dan membantu mengatasinya dengan variasi pokok cerita atau
bentuknya.
4.
Diskusi
Ada beberapa
model diskusi yang bisa digunakan dalam latihan berbicara, yaitu:
a.
Diskusi kelas dua kelompok berhadapan
Guru menetapkan
satu pernyataan, misalnya:
اللغة العربية أهم من اللغة الانجليزية
Kemudian guru
membagi siswa dalam 2 kelompok. Kelompok A bersikap mendukung pernyataan dan
kelompok B bersikap menentang pernyataan. Guru atau salash seorang siswa
bertindak sebagai moderator.
b.
Diskusi kelas bebas
Guru menetapkan
topik. Siswa diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya tentang masalah
yang menjadi topik pembicaraan tersebut secara bebas.
c.
Diskusi kelompok
Guru membagi
siswa menjadi beberapa kelompok dan setiap kelompok ditentukan seorang ketua,
penulis dan pelapor. Kemudian masing-masing kelompok mendiskusikan topik yang
berbeda-beda. Pada bagian akhir jam pelajaran, pelapor dari masing-masing
kelompok melaporkan hasil diskusi kelompoknya di depan kelas dan siap menjawab
pertanyaan atau sanggahan yang diajukan oleh kelompok lain.
5.
Wawancara
a.
Persiapan wawancara
Wawancara
sebagai suatu kegiatan dalam pelajaran berbicara memerlukan persiapan-persiapan
sebagai berikut:
1)
Pihak yang akan diwawancarai sudah mempersiapkan pokok masalah yang
akan dibicarakan.
2)
Pewawancara harus mempersiapkan pertanyaan-pertanyaan yang mengarah
kepada sasaran informasi yang sudah direncanakan.
3)
Dalam hubungan ini guru mewajibkan membimbing ke arah pemakaian
kalimat yang singkat dan tepat.
b.
Bentuk wawancara
Kegiatan
wawancara ini dapat dilakukan dalam dua bentuk, yaitu:
1)
wawancara dengan tamu
Dalam hal ini
guru sengaja menghadirkan seseorang ke dalam kelas untuk diwawancarai oleh para
siswa.
2)
wawancara dengan teman sekelas
Dalam kegiatan
ini, sebagian siswa mewawancarai yang lain, berpasang-pasangan, secara
bergantian. Setelah selesai kegiatan wawancara, setiap siswa melaporkan di
depan kelas hasil wawancaranya dengan berbahasa Arab. Bahan wawancara adalah
data pribadi siswa.
6.
Drama
Tujuan
latihan berbicara dengan drama adalah untuk mengarahkan siswa kepada pemakaian
kalimat dan ungkapan yang baik, pemakaian bentuk-bentuk formal dan informal,
sekaligus memupuk keberanian siswa terutama dalam menghadapi pihak penonton.
Persiapan-persiapan
yang harus dilakukan sebelum kegiatan ini dilakukan adalah:
a)
Memilih naskah. Pemilihan naskah suatu adegan hendaknya disesuaikan
dengan tujuan pembelajaran keterampilan berbicara.
b)
Melakukan latihan sebelum penampilan.
Latihan
berbicara ini bertujuan untuk mengarahkan para siswa pada pemakaian kalimat dan
ungkapan-ungkapan formal dan non formal dan memupuk keberanian siswa dalam
berbicara di depan penonton (Wa Muna, 2011:166).
7.
Berpidato
Kegiatan
ini membutuhkan persiapan yang matang serta dilakukan setelah siswa mempunyai
cukup pengalaman dalam percakapan, bercerita, wawancara, diskusi dan lain
sebagainya. Hal ini dikarenakan kegiatan berpidato ini sifatnya selalu resmi
dan membutuhkan gaya bahasa yang lebih baik.
Latihan
dengan model semacam ini harus mampu menanamkan keterlibatan pihak pendengar
dan pembicara guna memberikan masukan tentang perkembangannya. Untuk mencapai
hal ini, guru menghubungkan kegiatan mendengar dan menulis. misalnya saja isi
pidato dari setiap pembicara yang dilakukan (Wa Muna, 2011:166).